Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Perdagangan AS-China Terputus, Anthony Budiawan Ingatkan Indonesia Bisa Jadi Sasaran Produk Buangan

 Kronologi Perang Dagang AS-China Selama Kepemimpinan Trump

Repelita Jakarta - Perang tarif antara Amerika Serikat dan China kian memanas, memperlihatkan eskalasi saling balas kenaikan tarif dalam hitungan jam. Saat ini, tarif impor produk China ke AS telah mencapai 125 persen, sedangkan produk AS ke China dikenakan tarif 84 persen. Kondisi ini membuat hubungan dagang kedua negara praktis terputus.

Dengan lonjakan tarif tersebut, perdagangan menjadi tidak ekonomis. Produk impor menjadi terlalu mahal dan tidak kompetitif. Kalaupun tetap diimpor, kecil kemungkinan akan laku di pasar. Konsumen tentu lebih memilih barang substitusi yang lebih murah.

Sementara itu, AS menunda penerapan tarif resiprokal bagi negara-negara lain selama 90 hari. Hal ini memberi ruang kepada negara lain, termasuk Indonesia, untuk menyikapi potensi dampak ekonomi dari konflik dagang dua raksasa ekonomi dunia tersebut.

Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), menyatakan bahwa nilai perdagangan AS-China pada 2024 tercatat mencapai sekitar 660 miliar dolar AS. Menurutnya, AS mengimpor produk dari China senilai sekitar 460 miliar dolar AS, sementara ekspor ke China hanya sebesar 200 miliar dolar AS. Dengan kata lain, Amerika mengalami defisit perdagangan sekitar 260 miliar dolar AS.

Ia menilai, putusnya hubungan dagang antara AS dan China akan membawa dampak besar terhadap tatanan ekonomi dunia. Total perdagangan sebesar itu, lanjut Anthony, hampir setara dengan 50 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau sekitar 3,5 kali lebih besar dari nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

Anthony menjelaskan, konflik ini akan menjadi pedang bermata dua bagi negara-negara lain, membawa sisi peluang sekaligus ancaman. Di satu sisi, akan ada negara yang diuntungkan karena mendapatkan pangsa pasar baru. Di sisi lain, akan ada negara yang dirugikan karena diserbu produk buangan dari AS maupun China.

Ia menyebut, importir AS seperti Walmart akan mencari pemasok alternatif dari negara lain. Begitu pula dengan China yang akan mengganti produk AS dengan negara lain. Total potensi pengalihan perdagangan dari kedua negara bisa mencapai 662 miliar dolar AS.

Baca Juga

India menjadi salah satu negara yang disebut Anthony akan diuntungkan besar. Ia mencontohkan bahwa Walmart, peritel terbesar di AS, telah meningkatkan impor dari India secara signifikan, dari hanya 2 persen pada 2018 menjadi sekitar 25 persen pada 2023. Produk yang diimpor mencakup mainan, elektronik, sepeda, farmasi, serealia, dan lainnya.

Sebaliknya, porsi impor Walmart dari China menurun dari 80 persen pada 2018 menjadi 60 persen pada 2023. Padahal, total penjualan Walmart AS pada 2024 mencapai sekitar 450 miliar dolar AS.

Amazon, sebagai kompetitor Walmart, menurut Anthony juga mulai meningkatkan impor dari India. Ia memprediksi bahwa pada 2025, nilai impor Amazon dari India bisa mencapai 20 miliar dolar AS. Dengan disrupsi perdagangan akibat perang tarif ini, angka tersebut kemungkinan besar akan terlampaui.

Anthony juga melihat Vietnam sebagai negara yang strategis dalam pengalihan arus perdagangan global. Pada 2024, ekspor Vietnam ke AS mencapai 150 miliar dolar AS, jauh lebih tinggi dari Indonesia yang hanya mencatatkan 38,3 miliar dolar AS. Ia menambahkan, produk elektronik seperti smartphone dari merek-merek besar kemungkinan besar akan beralih produksi ke Vietnam dan India.

Menurutnya, tidak sulit bagi India dan Vietnam untuk menampung sebagian besar nilai ekspor AS ke China yang sebesar 200 miliar dolar AS, jika tren ini terus berlanjut.

Namun, di sisi lain, Anthony mengingatkan bahwa Indonesia harus sangat waspada. Ia memperingatkan bahwa Indonesia bisa menjadi sasaran empuk bagi produk-produk buangan dari China dan AS, yang sedang mencari pasar baru. Produk China senilai 460 miliar dolar AS yang kehilangan pasar di AS, dan produk AS senilai 200 miliar dolar AS yang tidak bisa masuk ke China, bisa saja membanjiri pasar Indonesia.

Ia mengingatkan bahwa Indonesia dengan PDB lebih dari 1,3 triliun dolar AS merupakan pasar yang sangat besar dan menggiurkan. Oleh karena itu, potensi masuknya produk-produk asing yang sangat murah harus diwaspadai, termasuk risiko praktik dumping yang bisa merugikan industri dalam negeri.

Anthony menegaskan bahwa 90 hari ke depan merupakan masa krusial. Ia menyebut masa ini sebagai penentu apakah Indonesia akan menjadi pemenang yang mampu memanfaatkan peluang perdagangan global yang berubah, atau justru menjadi pecundang yang pasarnya dikuasai oleh produk asing dengan harga murah.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved