Repelita Jakarta - Dua mantan direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Hadiyanto dan Robert Pakpahan, memilih bungkam usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi fasilitas kredit ekspor.
Keduanya diperiksa sejak pagi hingga sore hari di Gedung Merah Putih KPK. Hadiyanto lebih dulu keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 15.49 WIB, sementara Robert baru terlihat meninggalkan gedung pada pukul 18.14 WIB.
Saat dicegat wartawan, baik Hadiyanto maupun Robert tak memberikan pernyataan apa pun terkait materi pemeriksaan maupun posisi mereka dalam kasus yang merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp11,7 triliun.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto, belum mengungkap detail pemeriksaan. Ia hanya memastikan bahwa keduanya hadir sebagai saksi dalam perkara korupsi LPEI. "Ya nanti kita akan update secepat mungkin, tapi yang jelas dua saksi hari ini untuk perkara LPEI telah hadir dan masih ada yang dilakukan pemeriksaan," ujar Tessa kepada wartawan.
Berdasarkan catatan, Hadiyanto dan Robert diperiksa sebagai saksi untuk para tersangka yang telah lebih dulu ditetapkan KPK. Keduanya dikenal sebagai pejabat tinggi di lingkungan Kementerian Keuangan. Hadiyanto pernah menjabat Sekretaris Jenderal serta Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, sementara Robert merupakan mantan Direktur Jenderal Pajak.
Di luar jabatannya di pemerintahan, Hadiyanto juga tercatat pernah menjadi komisaris di PT Telkom Indonesia dan PT Garuda Indonesia. Sedangkan Robert hingga kini masih menjabat sebagai komisaris di PT Danareksa.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Dua di antaranya merupakan mantan direktur LPEI yakni Dwi Wahyudi dan Arif Setiawan. Tiga lainnya berasal dari pihak debitur, PT Petro Energy, yakni pemilik perusahaan Jimmy Masrin, Direktur Utama Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta.
PT Petro Energy disebut menerima fasilitas kredit ekspor dari LPEI sebesar Rp846 miliar. Angka ini terdiri dari pinjaman awal dalam bentuk dolar AS sebesar US$18 juta, dan termin lanjutan dalam rupiah sebesar Rp549 miliar.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dugaan korupsi terhadap PT PE hanya bagian dari kasus yang lebih besar. Secara keseluruhan, KPK tengah menyelidiki kredit ekspor yang diberikan kepada 11 debitur LPEI, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp11,7 triliun.
"Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan," kata Kasatgas Penyidikan KPK, Budi Sokmo, dalam konferensi pers sebelumnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok