Repelita Jakarta - Tim kuasa hukum Joko Widodo yang diduga merupakan utusan Wakil Menteri Hukum dan HAM Otto Hasibuan, dikabarkan mendatangi kediaman Jokowi di Jalan Kutai Utara, Solo. Kedatangan mereka disebut sebagai upaya menanggapi rencana Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) serta sejumlah elemen masyarakat yang akan berkunjung ke rumah Jokowi pada 16 April mendatang.
Menurut M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan, rumah Jokowi yang kini disebut-sebut sebagai destinasi wisata baru di Solo dikunjungi hingga 1.500 orang per hari. Namun ia menyindir bahwa banyak dari mereka bisa jadi bukan pengagum. “Orang datang bisa saja ingin melihat mantan Presiden pembohong atau profil dekat dari manusia finalis terkorup di dunia,” ucap Rizal.
Ia menilai kehadiran kuasa hukum dan pengamanan sebagai bukti ketidaksiapan Jokowi menghadapi kedatangan rakyat. “Ini gambaran bahwa yang tidak siap atau gemetar mungkin Jokowi sendiri. Tuan rumah destinasi wisata itu ketakutan. Ancang-ancang untuk kabur entah ke mana,” ujarnya. Rizal menyebut ketakutan itu berhubungan dengan permintaan untuk menunjukkan ijazah asli UGM yang tak kunjung terlihat. “Foto copy yang beredar sudah babak belur dibongkar-bongkar kebusukannya,” katanya.
Rizal mengkritik keras langkah kuasa hukum Jokowi yang meminta para pihak datang ke Jakarta. “Sepertinya mencoba membelokkan arah. TPUA dan elemen lain ingin bersilaturahmi sambil menanyakan ijazah asli UGM yang sudah diributkan seantero nusantara bahkan dunia. Ngerti tidak ya?” tanyanya sinis.
Ia balik bertanya, “Apa kuasa hukum Jokowi bisa menunjukkan ijazah asli UGM jika ditemui di Jakarta? Dunia sudah tahu persoalan ijazah palsu ini sudah panjang. Pengadilan pidana dan perdata sudah dicoba, tapi ghost certificate itu tidak muncul juga. Ngerti tidak ya?”
Lebih lanjut, Rizal menyebut pernyataan kuasa hukum Jokowi yang mengklaim TPUA sudah kalah sebagai penyesatan. “Itu bohong dan bisa dikenai pidana. TPUA tidak pernah kalah baik pidana maupun perdata,” tegasnya.
Dalam perkara perdata pertama di PN Jakarta Pusat, Rizal menjelaskan, gugatan ditarik karena penggugat utama Bambang Tri ditahan saat proses berjalan. Ia menyebut hal itu sebagai rekayasa jahat yang menyulitkan proses hukum. Dalam perkara pidana, Bambang Tri dan Gusnur malah dimenangkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Semarang dan Mahkamah Agung. Mereka hanya divonis atas delik ujaran kebencian, bukan soal kebohongan ijazah.
Sementara dalam perkara perdata kedua di PN Jakarta Pusat, perkara hanya diputus Niet Onvankelijke Verklaard (NO), alias tidak diterima karena dinilai pengadilan tak berwenang. Gugatan bisa diajukan kembali. “Jadi bilang TPUA kalah itu jelas fitnah dan pencemaran nama baik,” katanya. Rizal menyebut TPUA kini mempertimbangkan langkah hukum lanjutan terhadap kuasa hukum Jokowi.
Rizal menyebut kasus ijazah palsu ini terus digantung oleh Jokowi yang tak mampu menunjukkan ijazah aslinya. Klarifikasi dari UGM pun dinilainya sumir dan rawan dilawan secara hukum. Menurutnya, pertemuan yang direncanakan UGM pada 15 April akan jadi penentu langkah selanjutnya. “UGM dan Jokowi bisa saja kena sanksi hukum kalau masih berkelit,” ujar Rizal.
Ia mengingatkan agar pihak Jokowi tak sesumbar merasa menang. “Faktanya, kini kasus ijazah palsu itu ada di tangan Bareskrim Mabes Polri. Artinya, perburuan ijazah asli UGM Jokowi masih terus berlanjut hingga ada bukti dan sanksi hukum,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Rizal menyindir tajam, “IJAZAH PALSU MENANG? WK..WK..WK... Honesty is a very expensive gift. Don’t expect it from cheap people. Kejujuran adalah hadiah yang sangat mahal, jangan berharap mendapatkannya dari orang murahan.” (*)
Editor: 91224 R-ID Elok