Repelita Jakarta - Pemerintah melalui Danantara bakal mendanai proyek Dimethyl Ether (DME), namun eks Sekretaris Badan Usaha Milik Negara Muhammad Said Didu memberikan peringatan terkait proyek tersebut.
Didu menegaskan bahwa proyek DME bukanlah hal baru. Saat dirinya menjabat sebagai komisaris di PT Bukit Asam (PTBA), ia mengaku dipecat akibat proyek tersebut.
"Proyek ini jadi salah satu penyebab saya diberhentikan sebagai Komisaris di PTBA," kata Didu dalam unggahannya di X.
Ia menambahkan bahwa proyek tersebut penuh tantangan dan memiliki risiko besar.
"Proyek ini penuh bancakan sehingga sulit layak dan BUMN bisa bangkrut," ujarnya.
Selain itu, Didu menyebut proyek tersebut memiliki "penumpang gelap" yang berasal dari pusat kekuasaan.
"Penumpang gelapnya dulu terkait dengan pusat kekuasaan," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyatakan bahwa proyek hilirisasi batu bara melalui gasifikasi menjadi DME akan diprioritaskan untuk dikerjakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, jika BUMN mengalami keterbatasan, maka akan dibentuk joint venture dengan pihak swasta.
"Ini kan prioritas kita berikan kepada BUMN. Akan tetapi, kalau BUMN itu ada keterbatasan, ya mungkin kita dorong akan ada joint venture antara BUMN dan badan usaha swasta," kata Yuliot.
Ia menegaskan pentingnya komitmen awal yang kuat dalam proyek ini agar tidak mengalami kegagalan seperti kerja sama sebelumnya antara PTBA dan investor asal Amerika Serikat, Air Products & Chemicals, Inc (APCI).
"Kami memastikan di awal. Jadi, kalau Air Products kemarin itu kan juga agak lama karena mereka minta ada jaminan penjualan pasokan. Pada saat mereka minta keputusan, kita agak terlambat. Jadi, kita tidak mau kehilangan momen," jelasnya.
Pemerintah berencana menggunakan transfer teknologi dari Asia, Amerika Serikat, hingga Eropa untuk memastikan keberhasilan proyek ini dengan memilih teknologi paling efisien.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya mengonfirmasi bahwa proyek DME tidak hanya akan dibangun di Sumatra Selatan, tetapi juga di Kalimantan.
Rencana ini telah dibahas dalam rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto sebagai tindak lanjut dari program hilirisasi yang akan didanai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
"Kita juga akan langsung melakukan pembangunan DME sebagai substitusi dari impor LPG. Ini akan kita lakukan di samping hilirisasi sektor perikanan, perhutanan, dan perkebunan," kata Bahlil di Istana Negara.
Proyek gasifikasi batu bara menjadi DME sebenarnya telah dirintis sejak era Presiden Joko Widodo, dengan PT Bukit Asam sebagai pelaksana utama dan investasi dari APCI. Proyek ini dirancang untuk berjalan selama 20 tahun di Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) yang terletak di mulut tambang batu bara Tanjung Enim, Sumatra Selatan.
Dengan investasi dari APCI, proyek ini diperkirakan mampu menghasilkan sekitar 1,4 juta ton DME per tahun dengan memanfaatkan 6 juta ton batu bara per tahun.
Namun, pada pertengahan 2023, APCI memutuskan untuk menarik diri dari proyek ini dan beralih fokus ke pengembangan proyek hidrogen biru di Amerika Serikat. Keputusan ini membuat nasib proyek gasifikasi batu bara menjadi DME tidak jelas hingga saat ini. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok