Repelita Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah. Pada penutupan perdagangan Selasa, rupiah berada di level Rp16.611 per dolar AS. Bahkan, mata uang Indonesia sempat anjlok ke Rp16.640 per dolar AS, level terparah sejak 1998, melewati titik tertinggi saat pandemi Covid-19 pada Maret 2020.
Pada 1998, rupiah sempat menyentuh Rp16.800 per dolar AS, yang merupakan titik terendah dalam sejarah. Sementara itu, pada awal perdagangan Rabu, rupiah berada di angka Rp16.590 per dolar AS, namun 14 menit setelah perdagangan dibuka, kembali melemah 0,06% ke Rp16.600 per dolar AS.
Anjloknya nilai tukar rupiah dipicu oleh faktor dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, kondisi ekonomi yang semakin lesu menjadi penyebab utama. Tim Analis BRI Danareksa menyebut pelemahan daya beli masyarakat, defisit transaksi berjalan, dan ketidakstabilan kebijakan ekonomi sebagai faktor utama yang memperburuk situasi.
Dari faktor luar negeri, kebijakan moneter The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan pada level 4,25% - 4,50% membuat dolar semakin perkasa. Dolar AS saat ini menguat 0,18% ke level 140,122.
Pengamat pasar uang Ariston Tjendra menilai pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh kekhawatiran pasar terhadap perang dagang akibat kebijakan kenaikan tarif oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.
"Pasar sudah pesimis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ketidakpercayaan pasar semakin menambah tekanan terhadap rupiah," ujar Ariston.
Dia juga memperingatkan bahwa pelemahan rupiah yang berlangsung cepat dapat mengurangi kepercayaan pelaku pasar terhadap mata uang Indonesia, serta meragukan kemampuan pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok