Repelita Jakarta - Revisi Undang-Undang TNI yang tengah dibahas DPR menuai polemik di masyarakat. Meski banyak kritik dan penolakan, pembahasan tetap berlanjut dengan percepatan di tingkat panitia kerja dan daftar inventarisasi masalah.
Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal, memberikan sejumlah catatan terkait revisi ini. Ia menekankan pentingnya mekanisme yang jelas dalam penempatan prajurit TNI di jabatan sipil. Menurutnya, setiap jabatan yang diberikan harus melalui proses seleksi terbuka dan berdasarkan kebutuhan yang terverifikasi.
"Dalam format undang-undang nanti, harus diatur dengan jelas mekanisme penempatan jabatan bagi prajurit TNI yang ditempatkan di sipil maupun sebaliknya. Harus ada key assessment, analisis kepegawaian, dan kebutuhan yang terverifikasi," ujar Syamsu Rizal.
Ia menambahkan bahwa seleksi jabatan di sipil saat ini memiliki mekanisme seperti fit and proper test, open bidding, dan job fit. Hal serupa perlu diterapkan bagi prajurit TNI agar ada transparansi dan akuntabilitas.
"Misalnya di Kementerian Kesehatan butuh Dirjen, lalu ada permintaan dari kepolisian. Sebelum diberikan, harus diverifikasi dulu kebutuhannya, ditawarkan ke beberapa pihak, lalu dilakukan seleksi terbuka," katanya.
Mengenai pembahasan revisi UU TNI yang sedang berlangsung, Syamsu Rizal menyebut prosesnya bersifat teknis. Pembahasan dilakukan di luar agenda resmi untuk memudahkan kerja staf sebelum nantinya diplenokan di Komisi I DPR.
"Biasanya dari Komisi akan menunjuk panitia kerja yang dibagi dalam tiga tim, yaitu tim sinkronisasi, tim analisis, dan satu tim lagi untuk memastikan pembahasan berjalan maraton," ungkapnya.
Ia juga menyoroti dampak anggaran jika revisi UU TNI menaikkan batas usia pensiun prajurit. Jika usia dinaikkan, pemerintah harus memastikan kesiapan anggaran yang besar.
"Misalnya, jika usia prajurit naik dan ada tambahan tunjangan Rp2 juta per bulan untuk 600 ribu prajurit, maka total anggarannya mencapai Rp120 miliar per bulan. Ini harus diperhitungkan apakah Kementerian Keuangan mampu meng-cover atau perlu skema lain, seperti penundaan pembayaran tunjangan," jelasnya.
Selain itu, Syamsu Rizal menekankan pentingnya transparansi pemerintah dalam mengambil keputusan strategis terkait TNI. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto harus memberikan penjelasan kepada publik sebelum keputusan diambil, bukan setelah kontroversi mencuat.
"Presiden harus menjelaskan ke publik melalui Mensesneg atau Panglima TNI. Seperti kasus pengangkatan Mayor Teddy, jika dari awal sudah ada penjelasan mengenai penghargaan dan prestasinya, tidak akan ada spekulasi di masyarakat," tegasnya.
Ia menilai keterbukaan sejak awal dalam kebijakan terkait TNI akan mengurangi polemik dan memastikan keputusan pemerintah mendapat legitimasi publik.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok