Repelita Jakarta - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah untuk memperluas penyidikan kasus korupsi tata kelola minyak mentah. Permintaan ini disampaikan melalui surat resmi yang juga ditujukan kepada Jaksa Agung dan Presiden Prabowo Subianto.
MAKI menemukan kejanggalan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan sub holding kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023 yang merugikan negara Rp193,7 triliun.
"Tidak ada tersangka dari unsur KKKS, broker importir minyak mentah, dan broker importir BBM yang merugikan negara Rp11,7 triliun. Padahal nama-nama seperti FPS alias James, ST, DNW, dan Widodo Ratanachaitong sudah dikenal sebagai broker minyak sejak 2014," tegas Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung baru menetapkan sembilan tersangka yang diduga terlibat dalam mark up kontrak shipping transportasi minyak mentah. Mereka adalah Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Agus Purwono, Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati, Gading Ramadhan Joedo, Maya Kusmaya, dan Edward Corne.
Boyamin menyoroti ketidakjelasan hubungan antara kerugian negara Rp193,7 triliun dengan peran para tersangka. "Lima komponen kerugian negara ternyata tidak berkaitan dengan blending dan mark up kontrak shipping. Ini menimbulkan pertanyaan besar," ujarnya.
MAKI juga mempertanyakan dalil kerugian negara Rp147 triliun dari kebijakan subsidi 2023. "Para tersangka tidak memiliki kewenangan mengambil kebijakan subsidi. Kejaksaan harus memberikan klarifikasi," tambah Boyamin.
Organisasi anti korupsi ini mendesak penyidik untuk memeriksa dugaan mark up lebih dari 30% dalam kontrak shipping di PT PIS yang melibatkan lima perusahaan pelayaran. "Penyidikan harus diperluas untuk mengungkap praktik korupsi sebenarnya," pungkas Boyamin.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok