Repelita Jakarta - Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang dialami puluhan ribu buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menyulut pertanyaan publik mengenai kepastian hukum terkait tunjangan hari raya (THR), pesangon, dan kompensasi lainnya.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Saburmusi) mempertanyakan komitmen Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer Gerungan, yang menyatakan akan mengawal hak-hak buruh Sritex.
Bendahara LBH Saburmusi, Wildan Sukhoyya, mencatat bahwa Wamenaker sempat mengadvokasi dan berorasi di hadapan puluhan ribu buruh Sritex, menjamin hak ekonomi mereka.
"Wamenaker bilang lebih baik kehilangan jabatan daripada melihat karyawan Sritex terkena PHK. Pernyataan ini adalah upaya pembohongan kepada publik, khususnya pekerja/buruh PT Sritex itu sendiri," kata Wildan dalam keterangan tertulisnya.
Dari sisi moral, pernyataan Immanuel mencerminkan kepedulian terhadap hak-hak pekerja/buruh dan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia yang semakin rentan.
"Namun secara politik, pernyataan seperti ini dapat juga dimaknai hanya untuk menarik simpati publik," kata Wildan.
Seharusnya Wamenaker sebagai perwakilan pemerintah memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk membuat kebijakan yang konkret, bukan hanya menunjukkan sikap keprihatinan semata.
Dari kacamata hukum dan ketenagakerjaan, Wildan memandang bahwa PHK memang diatur dalam beberapa regulasi di Indonesia, yakni UU Ketenagakerjaan 13/2003 dan PP 35/2021 tentang Perjanjian Kerja, Alih Daya, Waktu Kerja, dan PHK.
"Namun seharusnya pemerintah lebih terfokus pada bagaimana mekanisme perlindungan pekerja/buruh pasca-PHK, seperti memastikan pembayaran hak-hak pekerja dan skema kompensasinya," sambungnya.
Wildan mengaku tidak sepakat dengan sikap pemerintah, terutama Wamenaker, yang hanya mengutuk kebijakan PHK tanpa memberikan solusi yang konkret.
"Ini adalah upaya pembohongan publik, terkhusus pekerja/buruh PT Sritex Tbk," kecamnya.
Wildan menyebutkan, dasar hukum memperoleh THR dan pesangon bagi pekerja/buruh yang terdampak PHK oleh Sritex antara lain Pasal 95 ayat (4) dan Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan; Pasal 39 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU; Pasal 40 dan Pasal 47 PP 35/2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja; Pasal 9 ayat (2) PP 36/2021 tentang Pengupahan; Pasal 7 ayat (1) Permenaker 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, dan SE Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Tahun 2025 bagi pekerja/buruh di perusahaan.
"THR Keagamaan wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum Hari Raya Keagamaan," sambung Wildan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok