Repelita Jakarta - Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Gayus Lumbuun, menyarankan agar kepolisian tetap memiliki kewenangan melakukan penyidikan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas DPR RI dan pemerintah.
“Betul, tetap pada aturan yang ada (polisi melakukan penyidikan, jaksa melakukan penuntutan). Saya mengusulkan sebaiknya kembali dengan tugas utama masing-masing dengan dilakukan kodifikasi pemahaman,” kata Gayus.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) KUHAP, Gayus menjelaskan bahwa kepolisian diberi wewenang khusus dalam melakukan penyidikan.
Dengan kata lain, polisi merupakan penyidik tunggal dalam perkara pidana. Hal tersebut juga termaktub dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa polisi adalah penyidik utama.
Sementara itu, Pasal 1 Ayat (6) KUHAP menyebutkan bahwa jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
“Tapi jaksa sekarang sudah mulai ikut-ikut ada PPNS, jaksa ikut penyidik. Polisi dulu penyidik tunggal Pasal 1 Ayat (3) di KUHAP, itu menyebutkan polisi adalah penyidik. Artinya cuma dia saja,” kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana ini.
Gayus menegaskan bahwa jika jaksa ingin melakukan penyidikan dan penuntutan, hal tersebut harus dijelaskan alasannya di RUU KUHAP. “Polisi dulu penyidik tunggal, Pasal 1 Ayat (3) KUHAP itu menyebutkan polisi adalah penyidik.
Tapi perkembangannya, polisi berubah menjadi penyidik utama. Jadi masih ada yang lain, makanya dia yang utama. Bagi saya, kalau jaksa juga menjadi penyidik tentu memperkuat polisi sebagai penyidik utama.
Tentunya, nanti di KUHAP harus menjelaskan secara tegas sehingga ada sinkronisasi melalui kodifikasi. Harus kodeks, dijelaskan dalam kodifikasi bahwa memang diperlukan ikut serta menyidik,” ujarnya.
Selain itu, Gayus menyebutkan bahwa saat ini juga terdapat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang diberi kewenangan sesuai lingkup kerjanya sebagaimana diatur dalam PP Nomor 58 Tahun 2010 dan Perkap Nomor 14 Tahun 2011.
“Seperti sekarang mungkin bersama PPNS, penyidik sipil dari lembaga-lembaga itu ada. Nah itu penyidik dan itu sah diperlukan. Di KUHAP ada lain-lain, berarti ada PPNS, kejaksaan.
Namun, harus diperjelas keikutsertaan penyidik itu harus jelas. Apa ruang lingkupnya. Kalau KPK tipikor, menyidik tipikor. Nah ini apa jaksa?” katanya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok