Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

DPR Pura-pura Budek, Tetap Sahkan UU TNI yang Ditolak Publik

Top Post Ad

Saat DPR Pura-pura Budek Tetap Sahkan UU TNI yang Ditolak Publik

Repelita Jakarta - Saat DPR pura-pura budek, tetap sahkan UU TNI yang ditolak publik. Di tengah gelombang protes dari elemen masyarakat sipil, DPR RI justru mengesahkan revisi Undang-Undang TNI atau RUU TNI menjadi Undang-Undang (UU) dalam agenda Rapat Paripurna, Kamis (20/3/2025). Proses pengesahan berlangsung ringkas dan tanpa hambatan. Ketua DPR RI sekaligus pemimpin rapat, Puan Maharani, menanyakan persetujuan dari seluruh anggota DPR sebanyak tiga kali. Tidak ada interupsi, tanpa penolakan, semua seirama berkata: setuju.

Agenda Rapat Paripurna pengesahan RUU TNI menjadi Undang-Undang turut dihadiri perwakilan pemerintah, yakni Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo, dan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

Sementara itu, di luar Kompleks DPR-MPR, Senayan, suasana menegangkan hadir dari protes masyarakat sipil yang menolak pengesahan RUU TNI. Massa penolak RUU TNI terlebih dahulu datang di depan Gedung DPR sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, mereka tidak langsung menggelar aksi. Tidak lama kemudian, massa pendukung pengesahan RUU TNI tiba dipimpin satu mobil komando yang dilengkapi pelantang suara. Mereka menyerukan narasi bahwa RUU TNI tidak membawa kembali masa-masa kelam Dwifungsi ABRI era Orde Baru.

Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil yang menolak pengesahan RUU TNI, Satya Azyumar, menyebutkan masih banyak pasal bermasalah dalam draf RUU TNI. Misalnya, pasal yang menambah jumlah kementerian/lembaga yang bisa dijabat prajurit TNI aktif. Satya menilai, tidak hanya substansi UU TNI yang bermasalah, tetapi proses legislasinya inkonstitusional.

“Pembahasan RUU TNI tak dilakukan transparan dan akuntabel, sangat mengecewakan. Ini seperti Orde Baru yang kala itu Soeharto berkuasa 32 tahun di mana keterlibatan militer sangat kuat,” ungkap Satya yang juga anggota Amnesty International Indonesia itu, di depan Gedung DPR-MPR.

Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Violla Reininda, menyebut proses pembentukan UU TNI sudah menyimpang dari prinsip negara hukum sedari awal. Vio menilai agenda revisi UU TNI adalah penyelundupan hukum, sebab tidak termasuk sebagai Prolegnas Prioritas 2025 dan juga bukan RUU Prioritas dalam RPJMN. Meski begitu, RUU TNI dipaksakan terus dibahas atas permintaan Menhan Sjafrie sejak 13 Februari 2025.

“Belum lagi berbicara partisipasi publik, tak ada pelibatan publik bermakna. Jikapun terdapat pertemuan dengan kelompok masyarakat sipil, itu setelah desakan berulang dilakukan dan hanya formalitas,” terang Vio kepada wartawan Tirto.

Draf Revisi UU TNI tidak pernah disebarluaskan secara resmi oleh DPR. Dampaknya, masyarakat tidak dapat berpartisipasi secara bermakna. Hal itu diperburuk oleh komunikasi DPR yang sempat menyudutkan masyarakat yang kritis dengan menyebut bahwa draf yang digunakan tidak sama dengan draf yang sedang dibahas.

Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, mengingatkan pada Pasal 96 dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 soal Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, menegaskan bahwa pembentukan produk legislasi harus partisipatif bermakna. Dengan begitu, transparansi merupakan bagian mutlak yang tidak terpisahkan.

“Karena ketika pun misalnya koalisi untuk Reformasi Sektor Keamanan diundang 18 Maret kemarin, itu diundang setelah terjadi pendobrakan ruang rapat di Hotel Fairmont,” ujar Bivitri kepada wartawan Tirto.

Bivitri menilai sikap itu menunjukkan DPR sudah menjadi bagian dari tentakel kekuasaan. Hal ini terbukti tidak hanya dengan pengesahan RUU TNI, tetapi juga kabinet Presiden Prabowo Subianto yang memang dibentuk besar agar mampu mengakomodir parpol pendukung.

Staf Divisi Hukum KontraS, Azlia Amira Putri, menilai pengesahan RUU TNI menjadi UU melangkahi asas keterbukaan yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Asas keterbukaan seharusnya membuat seluruh lapisan masyarakat memiliki akses dan kesempatan yang seluas-luasnya dalam memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

“Ini juga pengejawantahan perintah konstitusi pada Pasal 22A UUD 1945. Maka dari itu, peraturan perundang-undangan khususnya UU TNI ini dapat dianggap cacat secara formil,” ucap Azlia kepada wartawan Tirto.

Di sisi lain, Ketua DPR, Puan Maharani, berjanji akan segera menerbitkan draf UU TNI untuk disiarkan ke publik setelah disahkan oleh DPR. Dia meminta masyarakat yang saat ini masih menolak, agar nanti membaca draf terbaru sehingga memahami upaya revisi yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR. Dia juga membantah proses pembahasan revisi UU TNI tersebut dilakukan di ruang tertutup.

"Jangan apa-apa berburuk sangka, ini bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, harus mempunyai pikiran positif dahulu,” kata Puan dalam konferensi pers usai pengesahan revisi UU TNI di Kompleks MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta.

Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin mengklaim pembahasan RUU TNI dilakukan lewat perdebatan konstruktif. Sjafrie mengaku proses pembahasan UU TNI memang dilakukan secara maraton. Dia berterima kasih kepada seluruh anggota DPR dari seluruh fraksi yang membantu pemerintah dalam menyelesaikan maraton pembahasan RUU TNI untuk menjadi undang-undang.

Peneliti senior dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, merasa Draf RUU TNI yang simpang siur hingga jelang disahkan adalah bukti ketertutupan proses pembahasan undang-undang ini. Kalau DPR mengaku sudah melibatkan publik, kata Lucius, perlu ditanyakan bagaimana bisa publik dilibatkan padahal draf RUU saja baru akan diterbitkan.

“Selain prosedur yang tampaknya memang tak dijalankan secara taat asas, substansi RUU TNI ini memang bermasalah dari sisi penguatan profesionalisme TNI. Bagaimana mungkin TNI bisa profesional jika sehari-harinya justru dibebankan kerja sipil di kantoran,” ungkap dia kepada wartawan Tirto. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Below Post Ad


Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved