Repelita Jakarta - Mantan pesulap yang kini menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan, Deodatus Andreas Deddy Cahyadi alias Deddy Corbuzier, ramai dikritik karena belum menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Padahal, Deddy telah aktif mengkritik aksi penolakan terhadap Revisi Undang-Undang (RUU) TNI yang dilakukan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan.
Deddy menyebut aksi protes yang terjadi saat Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta sebagai tindakan anarkis dan melanggar hukum. Dia menegaskan bahwa rapat tersebut merupakan amanat konstitusi. "Kemarin rapat panja revisi rancangan Undang-Undang TNI yang merupakan amanat konstitusi diganggu," ujar Deddy dalam video yang diunggah di akun @dc.kemhan pada Minggu (17/3/2025).
Namun, di tengah kesibukannya mengkritik aksi protes, Deddy justru lupa memenuhi kewajibannya sebagai pejabat negara. KPK mengingatkan Deddy untuk segera menyampaikan LHKPN. Anggota Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa Deddy memiliki waktu hingga 12 Mei 2025 untuk melaporkan harta kekayaannya. "KPK sudah berkoordinasi dengan Kemenhan, bahwa yang bersangkutan (Deddy) termasuk pejabat yang masuk dalam daftar Wajib Lapor," kata Budi.
Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan) Nomor 28 Tahun 2019 mengatur bahwa pejabat di lingkungan Kementerian Pertahanan, termasuk staf khusus seperti Deddy, wajib menyampaikan LHKPN dalam waktu tiga bulan sejak pelantikan. Deddy dilantik sebagai Staf Khusus Menhan pada 11 Februari 2025. "Merujuk pada Permenhan Nomor 28 Tahun 2019, maka batas waktu pelaporan LHKPN-nya 3 bulan sejak pelantikan, atau 12 Mei 2025," jelas Budi.
Netizen pun ramai memberikan komentar terkait hal ini. Salah satu netizen dengan akun @Joko123 menulis, "Deddy sibuk kritik orang, tapi lupa sama kewajibannya sendiri. Harusnya dia jadi contoh yang baik sebagai pejabat negara." Sementara itu, akun @SitiAisyah menambahkan, "Kalau mau kritik orang, pastikan diri sendiri sudah bersih dulu. Jangan sampai jadi bahan tertawaan publik."
Kritik dan tuntutan transparansi ini semakin menguat mengingat posisi Deddy sebagai pejabat publik yang seharusnya menjadi teladan dalam hal akuntabilitas. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok