Repelita, Jakarta - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, kembali dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.
Laporan ini diajukan oleh Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi, yang terdiri dari Indonesia Police Watch (IPW), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Mereka mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Senin, 10 Maret 2025, untuk menyerahkan laporan terkait empat dugaan pelanggaran yang melibatkan Febrie Adriansyah.
Dugaan tersebut mencakup kasus korupsi dalam lelang aset Jiwasraya, perkara suap yang melibatkan Zarof Ricar, penyalahgunaan kewenangan dalam tata niaga batubara di Kalimantan Timur, serta dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Koordinator Koalisi Sipil Anti Korupsi, Ronald Loblobly, mengungkapkan bahwa laporan ini merupakan kelanjutan dari kasus yang sebelumnya pernah dilaporkan, ditambah dengan tiga kasus baru.
"Yang dilaporkan FA (Febrie Adriansyah). Kami memberikan informasi ada kasus yang sudah pernah kami laporkan, nah kemudian dengan tiga kasus tambahan," ujar Ronald di Gedung Merah Putih KPK.
Ronald menjelaskan bahwa salah satu kasus yang dipermasalahkan adalah pelaksanaan lelang barang rampasan dalam kasus korupsi Jiwasraya, berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU) milik terpidana Heru Hidayat. Lelang yang dimenangkan oleh PT Indobara Utama Mandiri (IUM) ini diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp9,7 triliun.
Selain itu, dalam perkara suap yang melibatkan Zarof Ricar, jaksa penuntut umum (JPU) disebut tidak menguraikan asal usul uang suap sebesar Rp920 miliar dan 51 kilogram emas yang ditemukan saat penggeledahan di rumah Zarof Ricar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Tidak diuraikannya asal-usul sumber uang suap ini memang mencurigakan. Ada dugaan bahwa sebagian dari uang tersebut berasal dari perkara sengketa perdata yang menyeret nama Hakim Agung Syamsul Maarif," lanjut Ronald.
Terkait penyalahgunaan kewenangan dalam tata niaga batubara di Kalimantan Timur, Ronald mengungkapkan bahwa Kejaksaan Agung telah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) pada 18 Maret 2024. Namun, meski penyidik telah memiliki lebih dari dua alat bukti, perkembangan kasus ini tidak jelas hingga sekarang.
Lebih lanjut, Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi juga meminta KPK menyelidiki dugaan pencucian uang yang melibatkan sejumlah gatekeeper atau pihak yang diduga membantu Febrie Adriansyah dalam menyamarkan hasil kejahatan.
Beberapa nama yang disebut dalam laporan tersebut antara lain Don Ritto, Nurman Herin, Jefri Ardiatma, dan Rangga Cipta. Mereka diduga mendirikan berbagai perusahaan yang bergerak di berbagai sektor, termasuk valuta asing, perdagangan besar, kuliner, hingga energi.
Salah satu perusahaan yang disorot adalah PT Declan Kulinari Nusantara, yang memiliki tiga restoran Prancis, termasuk Gontran Cherrier di Cipete, Jakarta Selatan. Restoran ini sempat menjadi perhatian publik setelah menjadi lokasi pertemuan mencurigakan yang diduga melibatkan Jampidsus Febrie Adriansyah.
Ronald menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal laporan ini dan mendesak KPK untuk segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Febrie Adriansyah. "Kami berharap KPK bisa segera memproses laporan ini agar tidak ada lagi penyalahgunaan kekuasaan dalam penegakan hukum," tutupnya.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok