Repelita Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, melalui kanal YouTube-nya, mengungkapkan pandangannya mengenai tantangan yang akan dihadapi Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih. Ia menyoroti beberapa aspek krusial, seperti pemberantasan korupsi, ketahanan pangan, hingga kebijakan ekonomi yang dianggap masih memiliki banyak pekerjaan rumah.
Refly menilai bahwa janji-janji yang disampaikan saat kampanye perlu dibuktikan dengan langkah nyata. Salah satu sorotannya adalah mengenai pemberantasan korupsi. Menurutnya, sulit untuk percaya bahwa korupsi bisa diberantas jika kabinet yang disusun justru diisi oleh tokoh-tokoh yang memiliki rekam jejak kontroversial.
“Apakah benar Prabowo akan memberantas korupsi? Harus ada indikator yang jelas. Jika sejak awal sudah melibatkan orang-orang bermasalah di kabinet dan BUMN, bagaimana bisa kita percaya bahwa korupsi akan diberantas?” ujar Refly.
Selain itu, ia juga menyinggung kebijakan ekonomi, khususnya terkait ketahanan pangan dan subsidi. Menurutnya, alokasi subsidi seharusnya lebih tepat sasaran, bukan justru menguntungkan kelompok masyarakat kelas menengah atas.
“Kita masih membuang banyak uang untuk subsidi yang tidak tepat sasaran. Misalnya subsidi bahan bakar yang lebih banyak dinikmati oleh pemilik kendaraan pribadi. Padahal, dana tersebut bisa dialihkan untuk program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat kecil, seperti subsidi pendidikan bagi anak-anak,” tambahnya.
Refly juga membahas tentang ketahanan pangan, di mana ia menyoroti bahwa konsep ini tidak sekadar tentang swasembada pangan, tetapi juga bagaimana pemerintah memastikan akses pangan bagi seluruh masyarakat. Ia mencontohkan Singapura sebagai negara dengan ketahanan pangan yang tinggi, meskipun tidak memiliki lahan pertanian yang luas.
Dalam kaitannya dengan utang negara, Refly menekankan bahwa pemerintahan mendatang akan menghadapi tantangan besar dalam mengelola anggaran. Ia menyebut bahwa defisit APBN 2025 yang mencapai Rp600 triliun akan menjadi beban berat yang harus diselesaikan.
“APBN kita sudah defisit 600 triliun. Bagaimana cara menutupnya? Apakah dengan utang baru? Lalu bagaimana dengan kewajiban membayar utang lama? Ini tantangan besar yang harus dihadapi,” jelasnya.
Refly mengingatkan bahwa pemerintahan Prabowo tidak hanya sekadar melanjutkan kekuasaan, tetapi juga harus memiliki strategi jelas dalam mengelola negara. Menurutnya, tanpa kebijakan yang konkret dan terarah, pemerintahan baru bisa saja menghadapi situasi yang serupa dengan pemerintahan sebelumnya, bahkan berisiko hanya menjadi alat politik bagi kelompok tertentu.
“Prabowo bukan hanya mengurus dirinya sendiri lagi, tapi 270 juta rakyat Indonesia. Ini bukan tugas mudah. Tantangannya sangat besar, dan harus ada langkah nyata, bukan sekadar retorika,” pungkasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok