Repelita, Jakarta - Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) terpaksa mengalami efisiensi anggaran sebesar Rp14,3 triliun dari total pagu anggaran sebesar Rp56,6 triliun pada tahun 2025. Pemangkasan ini berdampak pada sejumlah program beasiswa yang diterima oleh mahasiswa, di antaranya Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), dan Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK).
Dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR pada Rabu (12/2/2025), Menteri Pendidikan, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro, meminta agar pemangkasan anggaran ini dapat ditekan lebih rendah. Satryo menjelaskan bahwa sebagian besar anggaran tersebut dialokasikan langsung kepada perguruan tinggi dan mahasiswa penerima beasiswa.
"Dari pengalaman kami, anggaran yang dikelola langsung oleh kantor kementerian kami tidak lebih dari 10 persen dari total pagu anggaran Kemendikti," kata Satryo.
Salah satu dampak dari efisiensi ini adalah penurunan pagu KIP-K yang sebelumnya direncanakan mencapai Rp14,69 triliun, namun kini dipangkas 9 persen menjadi Rp1,31 triliun. Penerima KIP-K yang semula ditargetkan sebanyak 1.040.192 mahasiswa, kini terancam tidak mendapatkan beasiswa. Sebanyak 663.821 mahasiswa on going dari total 844.174 mahasiswa on going tidak akan dibayarkan pada tahun 2025, sehingga mereka terancam putus kuliah.
Efisiensi anggaran juga berdampak pada penerimaan mahasiswa baru KIP-K tahun 2025, yang kini ditiadakan meskipun pendaftaran telah dibuka pada 4 Februari 2025 dengan 21.131 pendaftar hingga 7 Februari 2025.
Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) juga terdampak dengan efisiensi sebesar 10 persen dari pagu awal Rp194,7 miliar menjadi Rp19,4 miliar. Dari 12.345 mahasiswa penerima BPI, 12 orang penerima Beasiswa LN Program S3 Perguruan Tinggi Akademik berpotensi tidak dapat dibayarkan dan berisiko terlantar di luar negeri.
Begitu pula dengan Beasiswa ADIK yang mengalami pemangkasan anggaran sebesar 10 persen dari Rp213,7 miliar menjadi Rp21,37 miliar. Program ini yang menargetkan 27.522 mahasiswa dari wilayah 3T dan Orang Asli Papua (OAP) kini terancam mengurangi akses pendidikan tinggi di wilayah tersebut dan berpotensi menimbulkan gejolak di Indonesia Timur.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok