Repelita Jakarta - Kuasa hukum Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin, Yunihar, menegaskan bahwa kliennya tidak berdebat dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid. Menurutnya, gaya bahasa masyarakat Pantura memang cenderung berintonasi tinggi, sehingga terkesan seperti perdebatan, padahal tidak demikian.
"Sebetulnya tidak terjadi perdebatan. Gaya bahasa beliau yang keturunan Betawi, Pantura, tentu intonasinya seperti berdebat, apalagi kondisinya di pinggir laut," ujar Yunihar kepada awak media, Sabtu.
Ia menambahkan, Arsin hanya ingin menyampaikan apa yang ia ketahui mengenai kewilayahan Desa Kohod, bukan bermaksud untuk berdebat dengan Menteri Nusron.
"Faktanya, dari sekian luas pesisir pantai itu, ada yang terkena abrasi. Walaupun dari beberapa dokumen dalam persyaratan peningkatan atas hak sertifikat kemudian diduga palsu, tapi realitasnya memang ada," lanjutnya.
Namun, Yunihar menilai media telah membingkai seolah-olah terjadi perdebatan sengit antara Arsin dan Menteri ATR/BPN. Meski demikian, ia tak mempermasalahkan hal tersebut.
"Pada kesempatan ini kami sampaikan tidak ada perdebatan itu. Adapun karena beliau selaku pelayan publik, pimpinan di tingkat desa, mendampingi Pak Menteri, hanya ingin menyampaikan hal tersebut," tegasnya.
Sebelumnya, Arsin bin Asip disebut sempat beradu argumen dengan Nusron Wahid saat meninjau sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang. Perdebatan mencuat ketika mereka meninjau langsung area lahan yang bersertifikat di Laut Alar Jiban.
Arsin menegaskan bahwa sebelum SHGB diterbitkan, lahan tersebut adalah bekas empang dan tambak yang tergerus abrasi. Namun, Menteri Nusron menyatakan bahwa lahan yang hilang akibat abrasi tergolong sebagai tanah musnah, sehingga hak kepemilikannya otomatis hilang.
"Kalau masuk kategori tanah musnah otomatis, hak apa pun di situ hilang. Hak milik juga hilang, hak guna bangunan juga hilang," kata Nusron.
Arsin tetap bersikeras bahwa lahan tersebut dulunya memang bekas empang dan tambak.
"Tadi saya sama Pak Lurah berdebat. 'Ini dulu abrasi Pak. Ini dulu empang'. Ya udahlah. Kita kan kalau debat tempatnya nggak di laut. Debatnya nanti di media saja," ujar Nusron.
Menteri ATR/BPN pun menegaskan pembatalan sertifikat HGB dan SHM di area tersebut karena fisik tanahnya sudah tidak ada.
"Mau Pak Lurah bilang empang, yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat sama-sama fisiknya udah nggak ada tanahnya," katanya.
Pada kesempatan itu, Nusron juga menyatakan akan membatalkan 50 bidang tanah bersertifikat HGB dan SHM yang berada di area yang sama.
"Satu satu, dicek satu-satu. Karena pengaturannya begitu. Ini aku belum tahu ada berapa itu yang jelas hari ini ada lah. Kalau sekitar 50-an ada kali," tutupnya.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok