Repelita Jakarta - Efisiensi anggaran di kementerian dan lembaga dimaksudkan untuk menambal program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini diambil di tengah dugaan bahwa kondisi ekonomi nasional sedang tidak baik-baik saja.
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai efisiensi yang dilakukan pemerintah lebih condong sebagai pemotongan anggaran daripada sekadar penghematan.
"Tapi yang jadi masalah, kita harus jujur juga bahwa negara kita sedang kekurangan uang, itu pasti. Sehingga mau tidak mau, untuk dapatkan porsi uang yang cukup, diambilah uang-uang yang semula diposkan di masing-masing kementerian, lembaga, dan sebagainya," ujar Dedi dalam diskusi daring bertema 'Esensi Efisiensi Anggaran', Sabtu, 15 Februari 2025.
Dedi menegaskan bahwa langkah tersebut lebih tepat disebut pemotongan anggaran karena hasilnya digunakan untuk menutup kebutuhan lain yang dianggap lebih mendesak.
"Ini pemotongan, sudah bahasanya pemotongan, bukan efisiensi. Sehingga hasil pemotongan adalah untuk tambal sulam di tempat lain yang memang sedang diperlukan," lanjutnya.
Namun, Dedi tidak yakin bahwa kebijakan efisiensi anggaran ini dapat meningkatkan kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Menurutnya, pengelolaan keuangan yang lebih ringkas dan efektif justru lebih penting daripada sekadar memangkas anggaran.
"Kalau mau kasih contoh, yang diefisiensikan bukan uangnya, tapi aktivitasnya. Tata kelolanya yang seharusnya lebih efektif, lebih ringkas," pungkasnya.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok