Repelita Jakarta - Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus meminta pimpinan Polri untuk tidak bertindak diskriminatif dalam menindak oknum polisi yang diduga terlibat dalam persekongkolan atau konspirasi jahat dalam kasus pengalihan pemegang saham pengendali PT Anugrah Sukses Mining (PT ASM). Kasus ini diduga melibatkan oknum penyidik Dittipidter Bareskrim Polri.
Petrus menyatakan bahwa pihaknya sudah melaporkan peristiwa persekongkolan ini ke Kompolnas, Kadivpropam, Irwasum, dan Karowassidik Bareskrim Polri, namun tidak ada penindakan yang jelas. PT ASM merupakan anak usaha dari PT Harum Resources (PT HR) milik Irawan Tanto, suami dari Julia Santoso dan ayah dari empat anak yang merupakan ahli warisnya.
“Dalam kasus pengambilalihan status pemegang saham pengendali PT. ASM, sebagaimana dialami klien kami, Julia Santoso dan anak-anaknya yang merupakan ahli waris Irawan Tanto dalam PT ASM, nampak instrumen pengawasan (Kompolnas dan Irwasum dan Karowassidik serta Propam) mandul, karena semua laporan kami tidak ada tindak lanjut dan tidak ada produk yang dihasilkan dan diinformasikan kepada Pelapor (Ibu Julia Santoso),” ujar Petrus kepada wartawan.
Petrus mengkritik pimpinan Polri yang dinilai cenderung hanya fokus pada kasus-kasus viral, sementara kasus lain yang melibatkan pemerasan oleh oknum penyidik terhadap warga negara Indonesia yang sedang menghadapi proses hukum, baik di Bareskrim Polri maupun di tingkat Polda dan Polres, sering dibiarkan tanpa tindakan.
"Banyak yang apresiasi ketika Pimpinan Polri menindak tegas beberapa oknum polisi termasuk Dirnarkoba Polda Metro Jaya, Kombes Donald Simanjuntak, yang dipecat karena terlibat kasus pemerasan terhadap WN Malaysia di Djakarta Warehouse Project (DWP)," tutur Petrus. "Namun, kami melihat tidak konsisten, cenderung diskriminasi dan bahkan diduga melakukan pembiaran pada kasus pemerasan oleh oknum polisi di kasus-kasus lain."
Terkait dengan kasus pengambilalihan saham di PT ASM, Petrus menduga kuat Julia Santoso dan anak-anaknya menjadi korban penyalahgunaan wewenang oleh oknum polisi di Bareskrim Polri. Kasus yang awalnya merupakan sengketa perdata antara PT HR dan PT ASM dengan perusahaan asing (China Tianjin International Economic & Technical Cooperation Group Corporation dan Tianjin Jinshengda Industrial CO. LTD) kemudian berubah menjadi kasus pidana penipuan, penggelapan, dan pencucian uang.
“Awalnya murni kasus perdata, lalu setelah 8 tahun menjadi kasus pidana dengan penetapan tersangka Direktur PT HR dan PT ASM, Soter Sabar Gunawan Harefa,” ungkap Petrus. “Kemudian, kasus itu kembali menjadi perdata setelah dikeluarkan SP3 terhadap Soter Harefa dengan payung hukum Restorative Justice, tanpa melibatkan Julia Santoso dan anak-anaknya sebagai ahli waris pemilik PT HR dan PT ASM.”
Petrus menjelaskan bahwa pada 15 November 2013, PT HR dan PT ASM menjalin kerja sama bisnis dengan PT CTIE dan TJI CO. LTD terkait usaha tambang dan penjualan biji nikel. Namun, terjadi wanprestasi, yang seharusnya diselesaikan lewat Badan Arbitrase di Singapura dengan menggunakan hukum Indonesia.
Namun, yang terjadi justru PT CTIE dan TJI CO. LTD melaporkan Soter Sabar Gunawan Harefa, Direktur PT HR dan PT ASM, ke Bareskrim Polri dengan Laporan Polisi No: LP/B/0664/XI/2021/BARESKRIM POLRI pada 1 November 2021, atas tuduhan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan pencucian uang.
“Seharusnya penyidik Dittipidter Bareskrim Polri menghentikan penyelidikan atas laporan ini, karena merupakan murni kasus perdata, dan yang berwenang menangani adalah Lembaga Arbitrase di Singapura,” jelas Petrus.
Namun, Petrus menilai bahwa oknum penyidik Dittipidter Bareskrim Polri justru melakukan tindakan yang patut diduga sebagai penyalahgunaan wewenang dan kriminalisasi. Ia menyebutkan beberapa tindakan, seperti pemblokiran rekening PT ASM pada 25 Oktober 2022 dan penetapan tersangka terhadap Soter Sabar Gunawan Harefa pada 31 Agustus 2023.
“Upaya-upaya ini diduga untuk memeras pengakuan bersalah dan melahirkan perjanjian perdamaian melalui Restorative Justice, tanpa melibatkan pihak yang seharusnya, yakni ahli waris Irawan Tanto,” terang Petrus.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok