Repelita Jakarta - Isu pemagaran laut di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tangerang kini menjadi sorotan publik. Proyek ini diklaim berdampak besar pada ekosistem laut serta mengancam mata pencaharian nelayan lokal. Proyek pemagaran ini menimbulkan pertanyaan besar tentang siapa yang berada di baliknya.
Ketua Presidium Pejuang Bela Negara (PPBN), Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, mempertanyakan siapa sebenarnya yang menjadi dalang dari pemagaran tersebut dan meminta aparat penegak hukum untuk menelusuri lebih dalam serta menindak pelaku yang terlibat.
“Benarkah ini bagian dari skema besar yang melibatkan kepentingan tertentu? Ada dugaan bahwa ini terkait dengan PIK 2 dan proyek IKN (Ibu Kota Negara),” kata Jaya dalam wawancara, Senin, 13 Januari 2025.
Polemik ini mencuat setelah Sugianto Kusuma alias Aguan, bos Agung Sedayu Group, mengaitkan proyek PIK 2 dengan pembangunan IKN. Dalam sebuah pernyataan, Aguan menyebut bahwa proyek besar ini merupakan bentuk kontribusi untuk membantu Presiden Joko Widodo (Jokowi) merealisasikan IKN, yang sempat dihadapkan pada minimnya minat investor asing.
“Klaim ini memunculkan dugaan bahwa PIK 2 menjadi bagian dari ‘imbal jasa’ atas bantuan terhadap IKN. Ironisnya, pernyataan itu bertolak belakang dengan fakta di lapangan, karena banyak nelayan yang menggelar aksi protes terkait dampak pemagaran laut yang menghalangi aktivitas mereka,” jelas Jaya.
Pernyataan tersebut juga mendapat kritikan dari berbagai pihak. Jaya menegaskan, nelayan yang kesulitan bertahan hidup tidak mungkin memiliki dana besar untuk memagari laut.
“Bagaimana mungkin nelayan yang kesulitan bertahan hidup justru memiliki dana besar untuk memagari laut?” tegasnya.
Pemerintah, hingga kini, mengaku belum mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas proyek pemagaran laut ini. Namun, pernyataan ini menuai kritik keras dari banyak pihak. Banyak yang berpendapat bahwa proyek sebesar ini mustahil dilakukan tanpa campur tangan pihak-pihak berkuasa atau pemodal besar.
“Muncul pertanyaan mendesak, siapa yang mengeluarkan kebijakan pemagaran laut ini? Apakah proyek ini dilindungi oleh status Proyek Strategis Nasional (PSN)? Siapa pihak yang menikmati keuntungan dari PSN dalam kasus ini?” tambahnya.
Jaya mengingatkan, jika proyek ini memang dilabeli PSN, maka publik berhak mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas usulan dan pengesahannya. PSN seharusnya menjadi solusi bagi kepentingan nasional, bukan sebagai alat untuk melegitimasi tindakan yang merugikan rakyat.
“Jika ada pihak yang menerima imbalan besar atas pelabelan PSN untuk proyek ini, maka rakyat berhak mengetahuinya. Faktanya harus diungkap dengan jelas dan terang benderang, agar tidak ada lagi kebijakan yang mencederai kepentingan publik dan merusak lingkungan,” ungkapnya.
Mantan Wadanlantamal III Jakarta itu juga menegaskan, pemerintah harus segera memberikan penjelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas proyek pemagaran laut di PIK 2 dan mengapa kebijakan tersebut tetap berjalan meski jelas-jelas merugikan nelayan serta lingkungan.
“Rakyat membutuhkan kejelasan, bukan sekadar alasan. Transparansi adalah kunci kepercayaan publik terhadap pemerintah. Tanpa itu, kasus ini hanya akan semakin memperkuat persepsi adanya praktik yang tidak sehat dalam pengelolaan sumber daya nasional,” tegasnya.
“Sekarang adalah waktunya bagi semua pihak, baik pemerintah, media, maupun masyarakat, untuk bersama-sama menuntut keadilan. Hanya dengan membuka kebenaran, kita dapat memastikan bahwa pembangunan di Indonesia benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat dan bukan pada segelintir elit,” pungkasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok