Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

"Prof. Romli Atmasasmita Pertanyakan Klaim Kejagung Rp300 Triliun dalam Kasus Korupsi Timah"

 Prof Romli Atmasasmita Tolak Jadi Saksi Meringankan Firli Bahuri, Ini  Alasannya

Repelita Jakarta - Ahli Hukum Pidana, Prof. Romli Atmasasmita, mempertanyakan upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membuktikan kerugian negara sebesar Rp300 triliun dalam kasus korupsi timah.

Romli menilai langkah Kejagung terkesan mencari-cari cara untuk memenuhi angka fantastis yang telah diumumkan ke publik. Ia mengungkapkan bahwa klaim Rp300 triliun itu menjadi beban berat yang belum bisa dipenuhi oleh Kejagung.

"Keputusan ini sudah diumumkan, dan mereka harus menunjukkan hasil meskipun angka itu tampaknya sulit terbukti," ujar Romli dalam keterangannya, Jumat (3/1/2025).

Ahli hukum itu juga menilai upaya Kejagung untuk menyeret lima perusahaan sebagai tersangka merupakan langkah untuk mengejar kerugian negara yang belum tercukupi dari hukuman sebelumnya.

"Kejagung sudah kadung mengumumkan kerugian Rp300 triliun ke publik. Presiden pun sudah memberikan respons," jelasnya.

Romli menambahkan bahwa hukuman denda kepada korporasi harus sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2020. Ia menyebut denda yang dijatuhkan kepada para terdakwa sebelumnya belum mencapai angka tersebut.

"Jaksa boleh saja menghitung seenaknya, tapi hakim sudah punya patokan dalam penilaian tentang kerugian keuangan negara," ungkapnya.

Romli juga menyatakan bahwa penetapan lima perusahaan sebagai tersangka merupakan bentuk "paksaan" akibat tekanan publik. Selain dugaan korupsi, Kejagung menambahkan tuduhan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk mengejar aset-aset perusahaan tersebut.

"TPPU itu kejam. Aset halal atau tidak halal semuanya bisa disita. Tapi persoalannya adalah pembuktiannya," tegas Romli.

Langkah Kejagung yang terkesan terburu-buru ini berpotensi menimbulkan disparitas hukuman. Romli mengingatkan bahwa Perma Nomor 1 Tahun 2020 dirancang untuk mencegah perbedaan besar dalam putusan denda antarperusahaan.

"Jangan sampai ada yang didenda triliunan, sementara yang lain hanya ratusan juta. Itu akan menimbulkan masalah keadilan," tambahnya.

Sementara itu, Ahli Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Sudarsono Soedomo, merasa perhitungan Rp300 triliun tersebut didasarkan pada data yang tidak valid.

Dia menilai Kejagung tampaknya "tertipu" oleh ahli yang memberikan angka tersebut.

"Angka Rp300 triliun itu lebih menyerupai potensi kerugian, bukan kerugian riil," jelas Sudarsono.

Sudarsono menambahkan bahwa Kejagung tidak memiliki kompetensi untuk mengevaluasi kerugian lingkungan, salah satu komponen besar dalam kasus ini.

"Kejagung tidak mempunyai kompetensi dan kapasitas untuk melakukan itu. Menghitung kerugian lingkungan itu masih bahan perdebatan di antara para ahli," ujar Sudarsono.

Baik Romli maupun Sudarsono menekankan pentingnya profesionalitas dalam penanganan kasus ini.

Menurut Sudarsono, Kejagung sebaiknya fokus pada angka yang benar dan adil daripada mengejar angka besar yang sulit dibuktikan.

“Harusnya Kejagung mendengarkan ahli lain. Kalau orang itu bersalah hukumlah secara proporsional,” pungkasnya. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved