Repelita Jakarta - Proses sengketa informasi antara Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Polri terkait pengadaan gas air mata terus berlanjut tanpa ada kesepakatan. ICW meminta akses terhadap 25 dokumen pengadaan gas air mata yang terkait dengan 10 paket pengadaan yang dilakukan Polri pada Tahun Anggaran 2022 dan 2023.
Dokumen yang diminta oleh ICW meliputi Kerangka Acuan Kegiatan (KAK), spesifikasi teknis, daftar kuantitas dan harga, serta dokumen kontrak. Namun, Polri menolak membuka dokumen tersebut dengan alasan informasi yang diminta dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara, sesuai dengan Pasal 17 huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Wana Alamsyah, Peneliti ICW, mengungkapkan bahwa alasan Polri untuk menutup dokumen tersebut tidak berdasar. Ia menjelaskan bahwa dokumen yang diminta hanya berisi informasi administratif tentang pengadaan barang, bukan informasi yang bersifat strategis atau dapat membahayakan keamanan negara.
"Dokumen yang diminta hanya mengenai proses pengadaan barang, bukan informasi yang terkait dengan strategi atau intelijen yang dapat membahayakan negara. Alasan Polri jelas mengada-ada," ujar Wana.
ICW merujuk pada Pasal 2 ayat (4) UU KIP, yang menyebutkan bahwa informasi publik harus didasarkan pada kepentingan publik, bukan kepentingan pihak tertentu. Oleh karena itu, Wana mempertanyakan dasar Polri menutup informasi tentang pengadaan gas air mata, yang menurutnya seharusnya dapat dibuka untuk kepentingan publik.
"Pertanyaan ini hingga saat ini belum dijelaskan oleh Polri. Hal ini menimbulkan kecurigaan di masyarakat bahwa ada upaya untuk menutupi potensi kecurangan dalam proses pengadaan ini," tambahnya.
Bagi ICW, proses ini penting sebagai bagian dari partisipasi publik untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran negara, khususnya di Polri. ICW mendesak Komisi Informasi Pusat untuk segera memerintahkan Polri membuka dokumen pengadaan gas air mata sesuai dengan permohonan ICW.
Selain itu, ICW menegaskan bahwa pengadaan alat pengamanan massa, termasuk gas air mata, perlu diawasi untuk memastikan akuntabilitas Polri dalam penggunaan anggaran negara. ICW juga mencatat bahwa penggunaan gas air mata oleh Polri sering kali tidak sesuai dengan prosedur, yang menyebabkan sejumlah insiden serius, seperti tragedi Kanjuruhan pada 2022.
ICW mendesak Kapolri untuk mencabut keputusan yang mengklasifikasikan dokumen pengadaan gas air mata sebagai informasi yang dikecualikan, agar proses pengadaan ini dapat dipertanggungjawabkan secara transparan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok