Repelita, Jakarta - Polemik terkait pagar laut yang membentang lebih dari 30 kilometer di Tangerang kini menjadi sorotan publik. Pagar tersebut dipastikan melanggar hukum, namun beberapa waktu terakhir muncul pihak yang mulai pasang badan terkait pelanggaran itu.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, mengungkap adanya pihak tertentu yang dipaksa untuk pasang badan terkait polemik tersebut. "Sepertinya sudah ada yang 'dipaksa' pasang badan nih. Penegak hukum tinggal menangkap orang ini karena kegiatan tersebut jelas melanggar UU. Cara kerja mereka di PIK-2 selalu seperti ini - pasang bemper untuk dikorbankan," cuit Said Didu di media sosial X pada Sabtu (11/1/2025).
Seorang nelayan yang namanya disamarkan demi alasan keamanan menyebut pembangunan pagar itu telah berlangsung sekitar satu tahun. Mereka pertama kali menyadari saat ada orang dari luar desa yang memasang tiang bambu sekitar 100 meter dari pelabuhan Ketapang. "Kaget sih, 'Loh ini untuk apa? Semua juga kaget di sini nelayan. Ini untuk apa nih?'" kata nelayan yang namanya disamarkan.
Nelayan juga mengaku diancam setelah melayangkan protes terhadap pembangunan pagar. Mereka sempat mengirim beberapa orang menemui kapal yang sedang memasang pagar dan meminta agar pembangunan tersebut dihentikan. Namun, permintaan itu tidak digubris. Beberapa waktu kemudian, segerombolan orang tak dikenal datang ke kampung nelayan tersebut. Mereka juga sempat mengadu kepada kepala desa setempat, namun kepala desa hanya berjanji akan mengurus masalah tersebut.
"Kami demo malah dibilang provokator. Dibilang ada catatannya di Koramil, di Polsek, catatan perorangan ada ini nih yang provokator," kata nelayan tersebut.
Nelayan Desa Ketapang juga mendengar desas-desus bahwa pagar itu dibangun untuk proyek perumahan. Meskipun demikian, informasi tersebut belum terkonfirmasi. "Rencananya mah gitu dengar-dengar mah ya buat perumahan lah, dengar-dengar mah. Saya mah nelayan dengar-dengar doang gitu," ujar nelayan tersebut.
Pembangunan pagar yang panjangnya mencapai 30 km ini berdampak buruk bagi nelayan. Mereka terpaksa memperpanjang jarak tempuh saat melaut, sementara biaya solar meningkat. Pendapatan mereka juga menurun. "Rp100 ribu aja susah sekarang. Solar biasanya sehari habis seliter, sekarang bisa dua liter," ujar seorang nelayan.
Para nelayan bersyukur pagar laut yang menjadi keresahan mereka mulai mendapatkan sorotan. Pemerintah juga turun tangan untuk menyegel pagar laut misterius tersebut. Mereka berharap pagar-pagar itu dapat segera dihilangkan demi keselamatan dan kemakmuran nelayan. "Cabut. Cabut, cabut saja. Jadi biar enak. Nelayan dan berangkat malamnya juga pulang malam, berangkat malam juga enak. Jangan mikirin ada risiko," ungkap salah seorang nelayan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok