Repelita, Tangerang 22 Januari 2025 - Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto melakukan peninjauan langsung terkait pembongkaran pagar laut di Tangerang. Titiek menegaskan bahwa pencabutan pagar laut tersebut akan dilakukan secara bertahap, mengingat dampaknya yang sangat merugikan nelayan.
Kegiatan pembongkaran ini berlangsung di Pos TNI AL Tanjung Pasir Satrol Lantamal III Kabupaten Tangerang, yang melibatkan petugas gabungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TNI AL, Pol Air, KPLP, Bakamla, Pemprov Banten, serta nelayan setempat.
"Hari ini saya beserta beberapa pimpinan Komisi IV melakukan peninjauan langsung pagar laut yang beberapa waktu terakhir ini sangat menghebohkan dan mengganggu aktivitas nelayan," kata Titiek Soeharto di lokasi.
Lebih lanjut, Titiek menyatakan pentingnya penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan hak guna bangunan (HGB) atas pagar laut di Tangerang ditertibkan jika terbukti melanggar aturan. Menurutnya, laut merupakan milik bersama yang tidak seharusnya dikuasai oleh pihak tertentu.
"Ini adalah milik kita semua, jadi yang melanggar hukum dan mengkapling-kapling tanpa izin, kami dari DPR terutama Komisi IV meminta ini segera diselesaikan dan ditertibkan," tegasnya.
Titiek juga menegaskan akan mengawal kasus pagar laut ini dan mengajak masyarakat untuk memberikan informasi jika ada permasalahan serupa di lapangan. Ia berharap, DPR dapat menjalankan fungsi pengawasan untuk membantu menyelesaikan masalah serupa di daerah lain terkait sertifikat yang diterbitkan tanpa dasar yang jelas.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menambahkan bahwa tidak ada sertifikat untuk dasar laut, khususnya terkait kawasan pagar laut. Menurutnya, sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) yang diterbitkan untuk kawasan tersebut adalah dokumen ilegal.
“Saya perlu sampaikan, kalau di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat, jadi itu sudah jelas ilegal. Pemagaran itu dilakukan untuk mengangkat tanah agar semakin naik seiring waktu, sehingga dapat menahan sedimentasi,” ujarnya.
Trenggono menjelaskan bahwa sertifikat yang dikeluarkan seolah-olah untuk mengakali proses reklamasi alami. Jika terjadi sedimentasi yang membentuk daratan baru, maka sertifikat tersebut akan menguatkan kepemilikan atas daratan yang terbentuk.
“Bisa dibilang ini seperti reklamasi alami. Jika terjadi demikian, daratan akan terbentuk, dan luasannya bisa sangat besar,” lanjutnya, sambil melaporkan bahwa sekitar 30 ribu hektare lahan dapat terbentuk dari proses ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok