Repelita Jakarta - Pengacara dan loyalis Jokowi, Muannas Alaidid, menanggapi polemik mengenai pagar bambu di laut sepanjang 30 kilometer yang tengah menjadi perbincangan publik. Muannas menyebut isu tersebut sebagai hal yang tidak penting dan menyindir pihak-pihak yang terlibat dalam pembahasan masalah tersebut.
"Ngapain pada ngurusin ada bambu di laut, urusan sepele itu, kayak kurang kerjaan aja," ujar Muannas dalam keterangannya di X @muannas_alaidid (10/1/2025).
Muannas juga menilai polemik ini sebagai bentuk fitnah yang sudah sering muncul, termasuk isu sebelumnya terkait larangan pemasangan bendera di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK).
"Bambu ini fitnah yang sama, bukan hal baru dari si gaduh dengan larangan pasang bendera di PIK," ucapnya.
Dia juga menanggapi tuduhan terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) di PIK yang disebut-sebut menciptakan kegaduhan. "Bisnis Proyek PIK pakai PSN, negara dalam negara, PIK 2 rampas, gusur dan rampas tanah warga dan sebagainya, semua itu fitnah," tegasnya.
Lebih lanjut, Muannas menegaskan bahwa pihak Pantai Indah Kapuk tidak akan membeli tanah empang yang dikabarkan bernilai Rp150 miliar. "PIK tetap enggak bakal beli empangnya dia Rp150 M. Titik," ujarnya.
Polemik terkait pagar bambu di laut ini telah memicu perdebatan panjang di media sosial dan publik. Sebagian pihak menganggapnya sebagai langkah yang kontroversial, sementara yang lainnya melihatnya sebagai isu yang tidak signifikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Wahyu Trenggono, sebelumnya menyatakan bahwa pagar laut sepanjang 30 kilometer akan dibongkar jika terbukti tidak mengantongi izin. "Bangunan-bangunan yang ada di situ ya harus dihentikan. Tetapi kalau izin yang KKPRL-nya ada, tidak apa-apa mereka harus jalan terus," kata Trenggono pada Kamis (9/1/2025).
Mulyanto, Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI), menanggapi hal ini dan menekankan bahwa pagar tersebut harus dibongkar sesuai dengan sanksi dalam PP Nomor 21 tahun 2021 pasal 195 ayat (h).
“Gaes menurut loe, apa cukup pagar laut misterius 30 km ini dengan disegel? Kalau gue sih usul harus dibongkar sesuai sanksi di PP 21/2021 Pasal 195 ayat (h),” tulis Mulyanto dalam unggahannya di Akun X.
Senada dengan itu, Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, menyatakan bahwa kebijakan menyegel atau membongkar pagar tersebut tanpa mengadili pelakunya merupakan bentuk ketakutan penguasa terhadap pembuat pagar tersebut. “Pembuat pagar tersebut harus diadili karena melanggar hukum,” ujar Said Didu. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok