Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

LSJ dan DEMA Justicia UGM Kecam Putusan PTUN Soal Pemberian Gelar Jenderal Kehormatan Prabowo

Istana Sebut Jokowi Kaget Didatangi Prabowo di Solo

Repelita Jakarta - Law and Social Justice (LSJ) UGM bersama DEMA Justicia FH UGM mengecam keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang menolak gugatan terkait pemberian gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto. Mereka menilai bahwa keputusan PTUN tersebut mengandung cacat hukum dan berpotensi memperburuk praktik impunitas di Indonesia.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas mengajukan gugatan terhadap keputusan tersebut, namun PTUN Jakarta menolaknya. Gugatan tersebut kini tengah diajukan banding.

LSJ UGM, yang diwakili oleh Munif Ashri, mengkritik pendekatan hukum yang terlalu formalistik dan tidak mempertimbangkan politik impunitas yang sedang terjadi. Munif mengungkapkan bahwa majelis hakim tidak mempertanyakan keputusan hukum yang sudah final yang menyatakan bahwa Prabowo terlibat dalam pelanggaran HAM berat. Ia juga menegaskan bahwa kasus penghilangan paksa yang melibatkan Prabowo tidak pernah diusut, sehingga tidak ada keputusan pengadilan yang menyatakan dia bersalah.

"Jika kita melihat dari sudut pandang sempit formalisme hukum, Soeharto pun tidak dianggap bertanggung jawab atas kasus Penembakan Misterius (Petrus) karena tidak ada keputusan pengadilan. Inilah yang dijadikan dasar oleh PTUN. Pendekatan hukum semacam ini justru menyangkal adanya keadaan sosial dan praktik impunitas," ujar Munif dalam konferensi pers.

Markus dari DEMA Justicia menambahkan bahwa pemberian gelar kehormatan tersebut tidak mencerminkan penghargaan atas jasa nyata. Mereka meragukan esensi pemberian gelar tersebut, mengingat latar belakang kontroversial Prabowo terkait dugaan pelanggaran HAM.

"Seharusnya pemberian gelar kehormatan mencerminkan penghargaan terhadap kontribusi nyata. Namun, gelar ini justru menimbulkan keraguan karena Prabowo masih memiliki latar belakang yang kontroversial terkait dugaan pelanggaran HAM," tegas Markus.

Markus juga mengungkapkan bahwa proses pemberian pangkat tersebut melanggar sejumlah peraturan, termasuk Pasal 55 dan 56 Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2010, yang mewajibkan adanya peninjauan lebih lanjut dalam proses pemberian pangkat. Proses ini hanya didasarkan pada surat rekomendasi Panglima TNI, yang dianggap melanggar asas keterbukaan dan kecermatan.

Selain itu, DEMA Justicia juga menilai bahwa keputusan ini menunjukkan adanya potensi konflik kepentingan antara Presiden Jokowi dan Prabowo, yang pada saat itu merupakan calon presiden. Mereka menganggap hal ini bertentangan dengan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Mereka mendesak agar majelis hakim di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta mempertimbangkan paradigma hukum yang lebih realistis dan berpihak pada keadilan substantif, dengan memperhatikan hak-hak korban pelanggaran HAM yang belum dipenuhi.

Pada 31 Oktober 2024, PTUN Jakarta menolak gugatan yang diajukan Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas terhadap Presiden Jokowi terkait penerbitan Surat Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 13/TNI/Tahun 2024. Majelis hakim menilai para penggugat tidak memiliki kedudukan hukum yang sah.

Melalui Keppres tersebut, Jokowi memberikan gelar Jenderal Kehormatan Bintang 4 kepada Prabowo Subianto pada 28 Februari 2024.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved