Repelita Jakarta - Keseriusan kerja-kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipertanyakan, karena dinilai hanya berani memproses hukum elite-elite partai politik (parpol).
Dosen ilmu pemerintahan Universitas Pamulang (Unpam), Efriza, menilai penindakan terhadap terduga pelaku korupsi, kolusi, dan nepotisme di KPK hingga kini masih banyak menyasar elite parpol yang masih menjabat dan pihak swasta.
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah perkara yang ditangani KPK sejak berdiri pada 2004 hingga Desember 2024 mencapai 1.089 perkara. Dari jumlah tersebut, mayoritas terduga pelaku yang diproses berasal dari pihak swasta, yaitu sebanyak 466 orang. Selain itu, terbanyak kedua adalah kalangan aparatur sipil negara (ASN) dengan pangkat eselon I, II, III, dan IV, yang mencapai 423 orang.
Efriza mengungkapkan bahwa publik mempertanyakan posisi KPK terhadap kasus-kasus korupsi yang dilaporkan masyarakat, terutama terhadap mantan pejabat pemerintahan atau negara, misalnya laporan kasus KKN Presiden ke-7 RI Joko Widodo dan keluarganya.
“Para pejabat negara memang harus diproses hukum, meski baru indikasi, wajib ditelusuri oleh KPK,” ujar Efriza kepada wartawan.
Pengamat dari Citra Institute ini menambahkan bahwa KPK tidak boleh pandang bulu dalam menindak terduga pelaku korupsi, jika terdapat laporan yang memenuhi syarat formil maupun materiil untuk ditindaklanjuti.
“Tapi jika KPK tak berani memeriksa Jokowi dan keluarganya, artinya lembaga antirasuah ini menghadirkan sentimen negatif terhadap institusi ini,” lanjutnya.
Efriza juga mendorong KPK untuk menjalankan prinsip bahwa setiap warga negara adalah sama di mata hukum, sehingga Jokowi dan keluarganya juga harus diperiksa.
“Jokowi tidak boleh menjadi warga negara yang kebal hukum hanya karena ia bekas mantan presiden,” tegas Efriza. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok