Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendapat sorotan terkait penetapan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penggantian antar waktu (PAW) dalam Pemilu 2019. Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menilai bahwa KPK kini berada dalam kendali Presiden Jokowi, mengingat beberapa faktor yang mengarah pada ketidakberdayaan lembaga ini.
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, mengungkapkan bahwa KPK tampak tidak berdaya menghadapi intervensi dari pejabat-pejabat yang merupakan kroni Jokowi. Ia juga mencatat bahwa pengawasan internal dan eksternal terhadap KPK seolah telah mati suri, termasuk pengawasan oleh Kepolisian, seperti Kompolnas, Irwasum, dan Divisi Propam Polri, yang tidak memperlihatkan langkah nyata terkait penyidik KPK yang dianggap melakukan pelanggaran prosedur.
"Begitu pula dengan instrumen pengawasan yang ada di Kepolisian yang terkesan tutup mata terhadap desakan publik agar perilaku penyidik KPK yang unprosedural ditindak, mengingat penyidik KPK berasal dari Polri dan masih loyal kepada pimpinan Polri," kata Petrus dalam keterangan tertulisnya.
Petrus menambahkan bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka merupakan langkah yang tidak hanya membingungkan, tetapi juga dianggap sebagai bentuk pembusukan terhadap hukum acara pidana, prinsip kepastian hukum, dan perlindungan HAM yang berlaku universal.
Ia mengungkapkan bahwa kasus ini sudah memiliki kepastian hukum melalui putusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan bahwa para penerima suap dalam kasus tersebut adalah Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina. Petrus menyatakan bahwa putusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap seharusnya tidak bisa diganggu gugat tanpa melalui upaya hukum luar biasa seperti Peninjauan Kembali (PK).
"Penerimaan suap ini sudah jelas dan sudah berkekuatan hukum tetap. Sehingga, jika ada upaya untuk mengubah atau membatalkan putusan tersebut, hanya bisa dilakukan dengan cara yang sah, yakni dengan PK, yang sayangnya tidak bisa dilakukan oleh KPK," jelasnya.
Petrus mengkritik langkah KPK yang mengeluarkan sprindik baru untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka, yang menurutnya tidak hanya mengingkari prinsip kepastian hukum tetapi juga memperlihatkan sikap arogansi lembaga penegak hukum.
“Langkah KPK yang mengeluarkan sprindik baru dan menetapkan Hasto serta Dony Tri Istiqomah sebagai tersangka jelas merupakan pembusukan terhadap hukum acara pidana. KPK seolah merasa berada di atas hukum, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kewenangannya,” kata Petrus.
Ia mengingatkan KPK untuk tidak kehilangan marwah sebagai lembaga antirasuah dan memberikan dua pilihan kepada lembaga ini: menghentikan penyidikan terhadap Hasto dengan mengeluarkan SP3 atau menghadapi praperadilan yang telah diajukan oleh Hasto.
“Dengan tidak melanggar prinsip kepastian hukum, KPK seharusnya mengeluarkan SP3 dalam kasus Hasto atau menghadapi praperadilan dengan segala konsekuensinya,” pungkasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok