Repelita Bandung - Komnas HAM yang kini dipimpin oleh Dr. Atnike Nova Sigiro, M.Sc, mendapat desakan untuk membuka kembali penyelidikan kasus KM 50 yang melibatkan pembantaian enam anggota Front Pembela Islam (FPI) pada masa pengawalan Habib Rizieq Shihab (HRS). Desakan tersebut datang dari Front Persaudaraan Islam (FPI), yang menilai bahwa penyelidikan sebelumnya, yang dipimpin oleh Komnas HAM pimpinan Ahmad Taufan Damanik, tidak optimal.
Penyelidikan sebelumnya dianggap keliru dalam menerapkan dasar hukum. Sebelumnya, kasus ini diselidiki menggunakan UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, padahal seharusnya menggunakan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, mengingat peristiwa ini merupakan pembunuhan sistematis yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat. Dengan dasar hukum yang benar, penyelidikan ini bisa melibatkan unsur masyarakat lebih luas.
Penyelidikan yang dilakukan sebelumnya dinilai hanya menghasilkan vonis ringan terhadap dua anggota Kepolisian, Briptu Fikri Ramadhan dan Iptu Yusmin Ohorella, yang dinyatakan bersalah namun dibebaskan. Bahkan, keduanya tidak ditahan sejak awal pemeriksaan. Hal ini menimbulkan dugaan adanya keterlibatan "orang-orang Sambo" dalam operasi yang mengarah pada pembantaian tersebut.
M Rizal Fadillah, seorang pemerhati politik dan kebangsaan, mengungkapkan bahwa kasus KM 50 merupakan persoalan serius yang belum diselesaikan dengan tuntas. Menurutnya, Komnas HAM baru harus membuka kembali penyelidikan ini karena penyelidikan sebelumnya dianggap tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam pendapatnya, penyelidikan harus dilakukan dengan dasar hukum yang lebih tepat, yaitu UU No. 26 Tahun 2000, yang memungkinkan pelibatan masyarakat dalam proses hukum. Ia juga menyoroti kelalaian pihak berwenang dalam menangani kasus ini dengan serius.
Desakan kepada Komnas HAM untuk membuka kembali kasus KM 50 ini merupakan salah satu dari tiga opsi yang dapat diambil dalam upaya untuk mengungkap keadilan. Opsi pertama adalah mendesak Komnas HAM untuk bekerja sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2000. Opsi kedua adalah mendesak Kepolisian untuk memeriksa kembali kasus ini berdasarkan novum yang sudah ditemukan. Opsi ketiga adalah mendesak Kepolisian untuk menuntaskan rekomendasi Komnas HAM terdahulu yang hingga kini belum ditindaklanjuti.
Kasus ini juga dianggap sebagai kejahatan kemanusiaan, atau unlawful killing, yang harus segera diungkap agar keadilan bisa ditegakkan. M Rizal Fadillah menyatakan bahwa umat Islam khususnya terus mengejar keadilan atas peristiwa tragis ini. Ia juga menegaskan pentingnya untuk memeriksa sejumlah tokoh yang diduga terlibat, seperti Fadil Imran, Dudung Abdurahman, Budi Gunawan, Listyo Sigit, Tito Karnavian, dan bahkan Presiden Jokowi. Menurutnya, mantan Menkopolhukam Mahfud MD juga harus berbicara jujur terkait peristiwa ini.
Melalui Komnas HAM yang kini dipimpin oleh Dr. Atnike Nova, diharapkan kabut kasus KM 50 dapat tersingkap. M Rizal Fadillah menekankan bahwa keadilan harus ditegakkan, dan HRS sudah bertekad untuk mengejar para pelaku dan pihak yang terlibat agar mereka segera dihadapkan ke meja hijau. Ia menilai bahwa pemeriksaan dan peradilan yang dilakukan sebelumnya adalah sebuah "dagelan" yang tidak memenuhi rasa keadilan.
Menurutnya, jika Jokowi, Fadil Imran, Budi Gunawan, Dudung Abdurahman, dan lainnya terbukti terlibat dalam kejahatan ini, maka hukuman mati adalah sanksi yang tepat. M Rizal Fadillah menambahkan bahwa Prabowo Subianto, yang kini menjabat sebagai Presiden, tidak boleh berdiam diri. Ia harus berbuat tegas untuk menegakkan kebenaran, keadilan, dan kejujuran dalam penyelesaian kasus KM 50.
Kasus KM 50, menurutnya, adalah salah satu ujian besar bagi pemerintah saat ini. Prabowo sebagai Presiden diharapkan tidak membiarkan kasus ini berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas. Sikap dan kebijakan Prabowo dalam menyelesaikan kasus ini akan menjadi indikator sejauh mana pemerintahannya memperjuangkan keadilan. M Rizal Fadillah mengingatkan bahwa pernah ada acara yang dipandu oleh Dr. Refly Harun dengan tema "Pak Prabowo, Ada KM 50", yang menjadi salah satu pengingat untuk segera menuntaskan masalah ini.
Kasus KM 50 harus segera diselesaikan, dan semua pihak yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban. Ini adalah saat yang tepat untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dan kejahatan kemanusiaan ini tidak dibiarkan begitu saja.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok