Repelita Jakarta - Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, kembali memberikan komentar terkait keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer di wilayah Banten.
Ia menduga bahwa pagar tersebut melibatkan pengembang besar, PIK 2, yang didukung oleh kekuatan pemerintahan dan aparat penegak hukum. "Kenapa (agar 30 km) tidak bisa dibuka, kenapa aparat takut membuka? Dan kenapa tidak bisa diketahui siapa yang melakukan pemagaran?" ujar Said Didu dalam keterangannya di X @msaid_didu (13/1/2025).
Said Didu menyatakan ada tiga hal yang menyebabkan keberadaan pagar tersebut sulit diungkap. Pertama, ia menduga bahwa pengembang PIK 2 telah mengendalikan wilayah tersebut, termasuk pengaruhnya terhadap kekuasaan dan penegak hukum. "Ketika Pak Prabowo memberikan instruksi, baru bisa goyang. Artinya pengembang PIK 2 sudah menguasai pemerintahan," cetusnya.
Said Didu menilai hal ini mengindikasikan pengembang PIK 2 telah menguasai pemerintahan dan menduga adanya praktik kongkalikong sistematis dalam proses penjualan pantai. "Saya punya keyakinan terjadi kongkalikong secara sistematis penjualan pantai yang pasti diketahui aparat desa. Pagar-pagar itu memang disiapkan untuk reklamasi dengan alasan sudah membeli tanah," imbuhnya.
Lebih lanjut, Said Didu menyoroti dugaan keterlibatan mafia dan premanisme dalam pelaksanaan pemagaran dan transaksi jual beli tanah. "Pelaksanaan semua tersebut memakai sistem mafia, preman, sehingga selalu menyatakan PT Agung Sedayu tidak terlibat," kata Said Didu.
Said Didu menyebutkan bahwa sistem ini digunakan agar pihak-pihak yang terlibat di belakang layar tidak tersentuh oleh kasat mata. "Karena memang mereka bekerja di bawah melakukan pemagaran, jual beli, itu adalah memakai sistem preman tingkat bawah sehingga tidak tersentuh ke atas," tambahnya.
Ia mendesak agar penyelidikan serius dilakukan terhadap kasus ini. "Ini harus diselidiki oleh penyidik. Sebenarnya perintah pemagaran ini harus diusut," tegasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok