Repelita, Jakarta - Kejahatan pembangunan “pagar laut” sepanjang 30 km di pantai Tangerang yang dilakukan pada masa pemerintahan Jokowi menjadi perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir. Banyak pihak menggugat proyek tersebut, yang dinilai melanggar konstitusi dan merugikan negara, rakyat, dan lingkungan. Pihak yang terlibat dalam pembangunan pagar laut ini pun harus ditemukan, ditangkap, dan diadili.
Menurut Marwan Batubara dari Petisi-100, pagar laut yang dibangun tersebut mulai menjadi perbincangan besar setelah Permenko Perekonomian No.6/2024 diterbitkan pada Mei 2024, meskipun status resmi peraturan ini tidak ditemukan di laman Kemenko Perekonomian karena sengaja disembunyikan. “Proyek pagar laut ini jelas melanggar hukum, mengancam keberlanjutan lingkungan, dan merugikan kehidupan banyak orang, terutama nelayan dan petambak di sekitar pantai Tangerang,” ujar Marwan.
Pembangunan pagar laut yang dilakukan di wilayah Tangerang utara diperkirakan berkaitan dengan proyek strategis nasional (PSN) PIK-2 yang dijalankan oleh PT Kukuh Mandiri Lestari (KML), yang dimiliki oleh Aguan dan Anthony Salim. Aktivis seperti M. Said Didu dan Petisi-100 juga telah mengonfirmasi mulai dibangunnya pagar laut tersebut sejak Agustus 2024, setelah melakukan survei langsung ke lapangan.
Marwan mengungkapkan bahwa di darat, banyak tanah negara, sungai, bantaran sungai, serta lahan rakyat yang diambil alih secara paksa oleh para pengembang proyek PIK-2. Tanah tersebut, yang semula milik rakyat, diklaim oleh para oligarki tanpa ganti rugi yang layak. “Para pelaku pengambilalihan ini telah melakukan kejahatan terstruktur, sistemik, massif, dan brutal terhadap rakyat dan negara,” kata Marwan.
“Di laut, dampaknya sangat besar bagi nelayan dan petambak. Pembangunan pagar laut ini sangat merugikan mereka, dan tidak hanya itu, proyek ini juga membuka jalan untuk reklamasi yang merusak ekosistem laut,” lanjut Marwan. Ia menganggap bahwa pembangunan pagar laut bukan hanya bertujuan untuk membatasi akses masyarakat, tetapi juga untuk kepentingan bisnis properti yang besar. “Modus ini jelas untuk mencari keuntungan besar dengan reklamasi yang lebih murah di lahan laut,” tegas Marwan.
Pembangunan pagar laut ini juga diduga memiliki kaitan dengan agenda besar bisnis oligarki Jokowi-Aguan-Salim, yang memperburuk ketimpangan ekonomi dan mengancam keberlanjutan sumber daya alam Indonesia. “Mereka memanfaatkan status PSN untuk merampok sumber daya alam negara dan tanah rakyat, sementara rakyat hanya menjadi korban,” ujar Marwan. Selain itu, proyek ini juga diduga berhubungan dengan rencana geopolitik China yang ingin menguasai wilayah Indonesia melalui agenda one-belt-one-road (OBOR).
Marwan dan Petisi-100 menuntut agar Presiden Prabowo segera menghentikan proyek PIK-2 dan mengganti kerugian yang diderita oleh rakyat. “Kami yakin bahwa Jokowi, Aguan, dan Salim adalah aktor utama di balik proyek ini dan harus bertanggung jawab,” ujar Marwan. Masyarakat dan aktivis berharap agar Prabowo, sebagai pemimpin baru, tidak hanya menjalankan politik untuk kepentingan oligarki, tetapi juga untuk kepentingan rakyat dan negara.
Netizen pun memberikan respons terhadap masalah ini. Salah satu pengguna Twitter mengatakan, “Proyek ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak kehidupan rakyat kecil yang sudah susah payah bertahan. Pemerintah harus bertanggung jawab dan segera hentikan proyek ini!”
Tuntutan masyarakat kini mengarah pada Presiden Prabowo untuk segera menghentikan proyek PIK-2 dan mengganti kerugian yang diderita oleh rakyat. Para pelaku yang terlibat dalam kejahatan TSMB ini, yang diyakini melibatkan Jokowi, Aguan, dan Salim, harus segera diadili. Rakyat berharap agar Prabowo tidak hanya menjaga kepentingan politik, tetapi juga menegakkan hukum demi NKRI dan kesejahteraan rakyat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok