Repelita, Jakarta - Presiden RI Prabowo dianggap memiliki kewenangan untuk memaksa mundur atau memecat secara tidak hormat penyelenggara negara yang terlibat dalam perbuatan makar terkait sertifikat laut.
Tindak pidana yang melibatkan penguasaan atau peralihan hak atas laut yang merupakan hak kedaulatan negara ini harus ditindak tegas, karena dapat mencederai integritas negara dan merugikan kepentingan nasional.
Damai Hari Lubis, Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik), menilai bahwa jika ada pejabat publik atau penyelenggara negara yang terbukti terlibat dalam kejahatan penguasaan laut atau transaksi jual beli laut yang tidak sah, Presiden Prabowo berhak mengambil langkah tegas.
Pemecatan atau pemberhentian sementara terhadap pejabat yang terlibat dalam perbuatan makar ini bisa dilakukan sebagai upaya menegakkan hukum dan memastikan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan dalam pemerintahan.
Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi yang tidak sah, seperti notaris dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), yang mengesahkan sertifikat laut yang tidak sah, dapat dikenakan sanksi hukum yang berat.
Presiden juga bisa memerintahkan Menteri Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Yusril Ihza Mahendra, untuk menangani proses hukum terhadap mereka.
Selain itu, terkait dengan pemberian hipotik atau kredit perbankan untuk transaksi yang melibatkan tanah atau laut yang tidak sah, Menteri Keuangan harus memerintahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia untuk menindak para bankir yang terlibat dalam transaksi ilegal ini.
Tindakan tegas ini diperlukan untuk melindungi kedaulatan negara dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam perbuatan makar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok