Repelita Jakarta - Peringatan terkait potensi gempa megathrust di Selat Sunda berkekuatan Magnitudo 9,1 yang dapat memicu tsunami besar hingga 20 meter di pesisir selatan Jawa hingga Jakarta dalam 2,5 jam setelah kejadian kini menjadi sorotan publik.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma Hanifa, menekankan pentingnya langkah-langkah mitigasi bencana, baik secara struktural maupun non-struktural. Pembangunan tanggul, vegetasi alami seperti mangrove, dan pemecah ombak menjadi bagian dari solusi untuk mengurangi dampak tsunami.
BRIN meminta masyarakat dan pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan serta memperkuat sistem peringatan dini. Imbauan ini disampaikan menyusul hasil penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa potensi gempa megathrust Selat Sunda dapat terjadi tanpa peringatan jelas.
Penelitian BRIN mengungkapkan bahwa Selat Sunda memiliki potensi megathrust dengan kekuatan Magnitudo 9,1. Gempa besar ini diperkirakan dapat memicu gelombang tsunami raksasa yang melanda pesisir selatan Jawa hingga wilayah utara Jakarta.
Tsunami setinggi 20 meter berpotensi menghantam daerah pesisir di selatan Jawa, sedangkan gelombang setinggi 3-15 meter diperkirakan terjadi di Selat Sunda. Di Jakarta, tsunami diperkirakan mencapai ketinggian 1,8 meter dalam waktu sekitar 2,5 jam setelah gempa terjadi. BRIN menekankan bahwa dampak tsunami tidak hanya akan merusak infrastruktur, tetapi juga mengancam keselamatan jutaan warga di wilayah pesisir dan ibu kota.
Kesiapsiagaan menjadi kunci dalam mengurangi risiko korban jiwa dan kerusakan. Dalam menghadapi ancaman ini, BRIN merekomendasikan pembangunan infrastruktur mitigasi seperti tanggul penahan tsunami dan pemecah ombak di kawasan pesisir.
Penataan ruang yang memperhitungkan jarak aman dari pantai sangat disarankan untuk meminimalkan dampak bencana. Pendekatan berbasis ekosistem juga dinilai penting. Penanaman vegetasi alami seperti pandan laut dan hutan mangrove mampu meredam energi gelombang tsunami sebelum mencapai daratan. Langkah ini dianggap sebagai solusi berkelanjutan yang ramah lingkungan.
“Pembangunan hutan pesisir dan penataan ruang berbasis mitigasi adalah langkah esensial dalam menyiapkan masyarakat menghadapi risiko tsunami,” ujar Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Nuraini Rahma Hanifa.
Selain itu, penguatan sistem peringatan dini di sepanjang pesisir juga menjadi prioritas utama. Salah satu poin yang paling mengkhawatirkan dari prediksi BRIN adalah dampak langsung tsunami terhadap Jakarta. Tsunami yang diperkirakan mencapai ketinggian 1,8 meter dapat tiba dalam waktu 2,5 jam setelah gempa megathrust di Selat Sunda.
Jakarta, sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan, menghadapi risiko kerusakan besar pada infrastruktur vital. Selain itu, kawasan industri di Cilegon juga masuk dalam zona bahaya dengan risiko kerusakan parah.
Menurut BRIN, area pesisir utara Jakarta memerlukan perhatian khusus dalam perencanaan evakuasi dan pembangunan infrastruktur perlindungan. Masyarakat diminta untuk memahami jalur evakuasi dan melatih simulasi bencana secara berkala untuk meningkatkan kesiapan.
Sebagai bagian dari upaya mitigasi, BRIN menekankan pentingnya sistem peringatan dini yang efektif. Komunikasi yang cepat dan akurat dapat menyelamatkan banyak nyawa dalam situasi darurat. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) juga telah meluncurkan sistem peringatan berbasis teknologi untuk mempercepat penyebaran informasi kepada masyarakat.
Teknologi ini memungkinkan pemberitahuan melalui SMS dan aplikasi seluler untuk memberikan peringatan sebelum tsunami tiba. “Perangkat peringatan dini ini harus diuji secara berkala dan disertai edukasi masyarakat agar tahu cara meresponnya dengan cepat,” tambah Rahma.
Sistem ini diharapkan dapat memperkuat kesiapsiagaan di seluruh wilayah yang berisiko tinggi. Masyarakat di kawasan pesisir, terutama di selatan Jawa dan utara Jakarta, diminta untuk mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk. BRIN menyarankan warga memahami jalur evakuasi dan menyimpan perlengkapan darurat seperti makanan, air, dan obat-obatan. Pelatihan simulasi tsunami juga dianjurkan untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
Menurut BRIN, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam mengurangi risiko bencana. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok