Repelita, Jakarta 24 Desember 2024 - M Rizal Fadillah, pemerhati politik dan kebangsaan, mengungkapkan kekecewaannya terhadap sistem pemberantasan korupsi di Indonesia. Dalam analisisnya, ia menyoroti vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis, pelaku korupsi dalam kasus timah, yang merugikan negara sebesar 300 triliun rupiah dan menguntungkan diri sendiri hingga 420 milyar rupiah. Moeis hanya dihukum 6,5 tahun penjara dan didenda 1 milyar rupiah, yang dianggap Fadillah sebagai bukti lemahnya penegakan hukum di negeri ini.
Menurut Fadillah, hukuman seperti itu tidak memberikan efek jera dan justru dapat memicu lebih banyak pihak untuk melakukan korupsi karena risikonya yang rendah. Ia menegaskan bahwa kejahatan dengan dampak luar biasa seperti itu seharusnya dihukum seumur hidup atau hukuman mati, bukan hukuman ringan seperti yang diberikan.
Fadillah juga menyoroti kebijakan Presiden Prabowo Subianto, yang menawarkan amnesti kepada koruptor yang mengembalikan hasil kejahatan mereka. Ia menyebut kebijakan ini sebagai langkah yang tidak memahami prinsip dasar hukum, karena mengembalikan hasil kejahatan tidak menghapuskan pidana. Kebijakan semacam itu, menurut Fadillah, hanya semakin melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Selain itu, Fadillah mengkritik proyek abolisi dan amnesti bagi 44.000 narapidana, termasuk pelaku korupsi dan narkotika. Meskipun dari sisi HAM kebijakan ini dapat diterima, Fadillah menilai langkah tersebut bertentangan dengan upaya serius untuk memberantas kejahatan luar biasa seperti korupsi. Ia mempertanyakan manfaat kebijakan tersebut, dengan berkata, "Apa yang dibanggakan dalam pemberantasan korupsi jika mampu menangkap 10 koruptor tetapi membebaskan 1.000 lainnya?"
Ia juga mengangkat masalah ketidakadilan hukum di Indonesia, di mana kejahatan kecil sering dihukum lebih berat dibandingkan korupsi besar. "Maling batang kayu bisa dihukum lebih berat daripada perampok yang bermain kayu," sindir Fadillah, menyoroti kesenjangan dalam penerapan hukum.
Fadillah menyoroti pula kasus judi online, di mana 11 pegawai Kemenkominfo telah dijadikan tersangka dan diajukan ke pengadilan, sementara status mantan Menteri yang diduga terlibat belum jelas. Ia mengingatkan bahwa atasan yang membiarkan bawahannya melakukan kejahatan juga dapat dianggap bertanggung jawab dan harus diperiksa.
Menutup pandangannya, Fadillah menegaskan bahwa pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan tindakan nyata dan tegas. "Korupsi adalah kejahatan luar biasa, dan harus diberantas dengan tangan besi," tegasnya. Jika tidak ada tindakan serius, ia menyebut bahwa semangat pemberantasan korupsi hanya akan menjadi omong kosong.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok