Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Vonis Bebas Ryan Susanto Jadi Preseden Penting dalam Kasus Dugaan Korupsi Tata Niaga Timah Rp 271 Triliun

 Vonis bebas Ryan Susanto di kasus tambang Bangka jadi preseden hukum. (Ist)

Jakarta, 10 Desember 2024 - Vonis bebas yang diterima Ryan Susanto alias Afung oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pangkalpinang dalam kasus dugaan korupsi terkait kegiatan pertambangan di kawasan Hutan Lindung Pantai Bubus, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung, menjadi perhatian publik.

Putusan ini dinilai dapat menjadi preseden penting bagi kasus tata niaga komoditas timah senilai Rp271 triliun yang sedang disidangkan di Tipikor Jakarta.

Dalam sidang putusan Selasa (3/12/2024), Ketua Majelis Hakim Dewi Sulistiarini menyatakan bahwa Ryan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Dewi menegaskan bahwa kasus ini lebih sesuai masuk dalam ranah pidana lingkungan hidup.

“Kasus ini bukan tindak pidana korupsi, melainkan pidana lingkungan hidup terkait penambangan tanpa izin di kawasan hutan lindung. Seharusnya penuntut umum mendakwa berdasarkan Undang-Undang Lingkungan Hidup,” ujar Dewi dalam pembacaan putusan.

Majelis Hakim mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial dari aktivitas pertambangan timah di Bangka Belitung, yang menjadi sumber penghidupan banyak masyarakat setempat.

Penutupan sejumlah smelter timah akibat proses hukum tata niaga telah memicu dampak negatif, seperti meningkatnya pengangguran, kemiskinan, dan kejahatan di kawasan tersebut.

Putusan bebas yang diberikan kepada Ryan Susanto memberikan sinyal positif bagi para pelaku usaha di sektor pertambangan. Jika prinsip serupa diterapkan dalam kasus tata niaga timah yang sedang berlangsung, maka ada peluang pengadilan memutuskan perkara dengan mempertimbangkan aspek moral justice dan social justice.

Para ahli hukum turut memberikan pandangan tentang kasus ini. Prof. Romli Atmasasmita menyoroti kerugian negara yang dihitung berdasarkan kerusakan lingkungan dalam kasus tata niaga timah.

Romli menggarisbawahi bahwa kerugian negara dalam tindak pidana korupsi harus bersifat konkret dan dihitung oleh instansi yang berwenang, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

“BPKP tidak memiliki dasar hukum untuk menghitung kerugian negara. Perannya hanya sebagai pengawas dan auditor internal,” jelas Romli.

Sementara itu, Prof. Abrar Saleng, pakar hukum pertambangan Universitas Hasanuddin, menegaskan bahwa pelanggaran dalam sektor tambang biasanya masuk dalam ranah administrasi, bukan pidana.

“Penyidikan tindak pidana pertambangan hanya boleh dilakukan oleh PPNS Kementerian ESDM dan Kepolisian,” tambahnya.

Dr. Mahmud Mulyadi dari Universitas Sumatera Utara juga menekankan pentingnya memeriksa undang-undang yang relevan dalam suatu kasus.

Dia mengingatkan bahwa tidak semua kerugian keuangan negara dapat secara otomatis dianggap sebagai tindak pidana korupsi.

“Jika semua hal yang merugikan negara dianggap korupsi, itu sangat berbahaya. Misalnya, nelayan yang menangkap ikan secara ilegal bisa dikenakan pasal Tipikor. Fakta-faktanya harus diperiksa terlebih dahulu,” ujarnya.

Kasus tata niaga timah menjadi ujian bagi independensi hakim, di mana vonis yang diberikan harus mencerminkan keadilan substantif dan prosedural, bukan hanya formalitas hukum atau hasil tekanan publik.

“Putusan Hakim harus memenuhi rasa keadilan masyarakat dan mencerminkan independensi serta martabat Hakim dalam memutus perkara,” tutup Mahmud.

Kasus ini meninggalkan pertanyaan besar, apakah putusan untuk kasus tata niaga timah akan berakhir seperti vonis bebas yang diterima Ryan Susanto?

Keputusan Hakim akan menjadi titik penting dalam upaya penegakan hukum yang adil dan transparan.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved