Repelita, Jakarta 17 Desember 2024 – Pakar Hukum Tata Negara Refli Harun menyampaikan kekecewaannya terhadap penanganan kasus KM50 FPI oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Menurutnya, sikap Komnas HAM pada masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo telah menyesatkan opini publik dengan menyebut kejadian tersebut sebagai unlawful killing atau pembunuhan yang tidak sah.
Refli menilai penilaian tersebut tidak mencerminkan kompleksitas kasus yang sebenarnya dan meremehkan dampak pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi. Ia menegaskan bahwa penanganan kasus ini menunjukkan kurangnya komitmen pemerintah untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.
Refli mendesak Komnas HAM untuk membuka kembali penyelidikan kasus KM50 dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Menurutnya, penyelidikan berdasarkan undang-undang ini lebih tepat untuk menangani dugaan pelanggaran hak asasi manusia berat yang melibatkan tindakan kekerasan oleh aparat negara.
Ia mengingatkan bahwa pemerintahan Jokowi seharusnya memberikan perhatian serius terhadap kasus ini dan memastikan bahwa pelanggaran yang dilakukan aparat penegak hukum dapat diusut sesuai hukum yang berlaku. Refli menyebut bahwa meskipun Presiden Jokowi sering menegaskan pentingnya menghormati hak asasi manusia, kasus KM50 menunjukkan kegagalan dalam penerapan prinsip tersebut, terutama dalam menangani kekerasan yang melibatkan aparat negara.
Refli menyatakan bahwa peristiwa ini bukan sekadar kesalahan prosedural, tetapi merupakan pelanggaran serius yang memerlukan penyelidikan independen dan transparan. "Saya sangat kecewa dengan penanganan kasus ini oleh Komnas HAM yang hanya menganggapnya sebagai unlawful killing. Itu bukan sekadar pembunuhan biasa, tetapi tindakan yang berpotensi merupakan pelanggaran HAM berat. Pemerintah harus lebih tegas dalam memastikan bahwa keadilan ditegakkan," ujarnya.
Refli menegaskan bahwa Presiden Jokowi, sebagai pemimpin negara, memiliki tanggung jawab untuk mendukung penyelidikan menyeluruh terhadap kasus ini dan memastikan penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu. Menurutnya, jika kasus ini hanya ditangani secara terbatas tanpa Undang-Undang Pengadilan HAM 2000, maka akan sulit mengungkap keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam pemerintahan atau aparat negara.
Ia berharap Jokowi tidak hanya menanggapi kasus ini dengan narasi politik, tetapi dengan tindakan nyata yang mendukung proses hukum yang adil dan transparan. Penyelidikan yang komprehensif sangat penting untuk mengungkap siapa saja yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut dan apakah ada keterlibatan pihak-pihak dalam lembaga negara.
Sebagai penutup, Refli berharap Komnas HAM segera membuka kembali kasus KM50 dengan mengacu pada Undang-Undang Pengadilan HAM 2000. Ia menegaskan bahwa hanya melalui penyelidikan yang mendalam dan akuntabel, keadilan bagi korban dan masyarakat dapat tercapai, serta dapat menunjukkan komitmen pemerintahan Jokowi dalam menegakkan hak asasi manusia di Indonesia.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok