Repelita, Jakarta 17 Desember 2024 - Pakar Hukum Tata Negara Refli Harun menegaskan bahwa kasus KM50 yang melibatkan penembakan terhadap enam anggota FPI pada tahun 2020 seharusnya diproses sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, bukan hanya kesalahan prosedural.
Refli menyatakan bahwa tindakan tersebut harus dilihat sebagai pembunuhan di luar proses hukum yang direncanakan dan dilakukan secara sistematis.
Ia menjelaskan bahwa penembakan ini bukan sekadar unlawful killing seperti yang dikategorikan oleh Komnas HAM. Refli menilai bahwa peristiwa tersebut memiliki indikasi rencana yang lebih besar dan melibatkan pelanggaran hak asasi manusia yang serius.
Dalam pandangan Refli, penting untuk tidak hanya melihat kasus ini sebagai kesalahan prosedural, tetapi juga sebagai pelanggaran HAM yang berdampak serius bagi masyarakat.
Menurutnya, pembunuhan di luar proses hukum adalah bentuk kekerasan yang harus diusut lebih jauh dan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Refli Harun menekankan bahwa untuk mengungkapkan kebenaran dan memberikan keadilan kepada korban, penyelidikan harus merujuk kepada Undang-Undang Pengadilan HAM 2000. Undang-undang ini dirancang untuk menangani pelanggaran HAM berat yang melibatkan tindakan sistematis dan terencana, seperti yang terjadi dalam kasus KM50.
"Kasus ini bukanlah insiden biasa yang bisa diselesaikan melalui prosedur umum. Ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang serius, dan sudah waktunya pemerintah serius menuntut para pelaku sesuai ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.
Refli juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap sikap Komnas HAM yang hanya menganggap kejadian tersebut sebagai unlawful killing.
Ia berpendapat bahwa penilaian independen dan mendalam harus dilakukan untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam proses hukum yang sedang berjalan.
Sebagai penutup, Refli berharap masyarakat dapat mendukung upaya hukum yang tegas untuk mengusut kasus ini. Menurutnya, untuk mencapai keadilan sejati, bukan hanya hukuman kepada individu yang terlibat, tetapi juga harus ada pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM berat agar tidak terjadi lagi di masa mendatang.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok