Repelita, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengingatkan kembali praktik curang dalam pemilu yang dilaksanakan lewat DPRD pada era sebelum reformasi. Menurut Mahfud, pemilu dengan sistem DPRD yang pernah ada di Indonesia berlangsung curang dan mahal, dengan praktik jual beli kursi demi meraup dukungan.
Mahfud mengungkapkan, untuk dapat dicalonkan dalam pemilihan kepala daerah pada masa itu, seseorang tidak hanya memerlukan dukungan dari partai politik, tetapi juga dari anggota DPRD. Ia menyebutkan, satu kursi dukungan dari DPRD pada waktu itu bisa dihargai sekitar Rp 5 miliar.
“Misalnya ada satu calon kuat di satu daerah, mendapat dukungan partai, tapi kurang dukungan dari DPRD untuk bisa menang. Lalu beli ke orang, 'kurang berapa sih kursinya?'. 'Kurang empat'. Empat, Rp 20 miliar dibayar. Satu kursi bisa Rp 5 miliar,” ungkap Mahfud.
Ia juga mengatakan bahwa praktik curang tersebut tidak hanya dilakukan oleh satu partai, tetapi semua partai yang terlibat pada masa itu, bahkan termasuk partai yang mengklaim diri mereka bersih.
Mahfud menilai, meskipun sistem pemilu di Indonesia telah berubah dengan adanya pemilihan langsung, praktik curang masih terjadi namun dengan cara yang berbeda. Calon sekarang, menurutnya, lebih memilih untuk membeli suara langsung dari masyarakat atau melalui politik uang.
“Tapi bedanya sekarang, calon membeli suara langsung dari masyarakat dengan cara eceran, pakai amplop ke rakyat. Mahal sekali sekarang,” jelas Mahfud.
Mahfud juga menyadari bahwa setiap sistem pemilu memiliki dampak positif dan negatif. Ia mengatakan, dampak negatif dari pemilihan langsung adalah munculnya praktik politik uang yang merusak mentalitas rakyat. Sebaliknya, jika kepala daerah dipilih lewat DPRD, upaya penanganan korupsi dapat lebih terfokus.
Menurut Mahfud, yang terpenting adalah penegakan aturan, baik dalam pemilihan langsung maupun tidak langsung, agar praktik curang bisa diminimalisir. Ia juga menegaskan perlunya penguatan institusi untuk menegakkan aturan dalam pemilu.
Usulan mengenai perubahan sistem pemilu juga datang dari Presiden Prabowo Subianto, yang mengusulkan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Prabowo menyebutkan bahwa sistem pemilihan langsung saat ini menghabiskan banyak uang negara dan mengalihkan anggaran yang bisa digunakan untuk program-program pemerintah lainnya, seperti pemberian makan bergizi untuk anak-anak dan perbaikan sekolah.
Prabowo mencontohkan negara-negara seperti Malaysia, Singapura, dan India yang sudah menerapkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD dan mencatatkan efisiensi anggaran.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok