Repelita Jakarta - Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, kini menjadi sorotan setelah Timnas Indonesia gagal lolos grup dalam AMEC 2024 (sebelumnya AFF). Tagar #ErickOut dan #STYOut ramai diperbincangkan, meskipun banyak yang diduga berasal dari akun-akun bodong.
Meski demikian, jika dibandingkan dengan Ketua PSSI sebelumnya, Erick dikenal cukup tegas dalam melakukan evaluasi keuangan organisasi induk sepak bola tersebut. Langkah ini memicu perbandingan antara transparansi keuangan PSSI di era Erick Thohir dengan para Ketua PSSI sebelumnya.
Erick Thohir menunjukkan keseriusannya dalam mengatasi isu ini dengan menunjuk firma audit internasional, Ernst & Young, serta membentuk Satuan Tugas Transparansi Keuangan yang aktif sejak tahun 2023. Salah satu fokus utama Erick Thohir adalah menciptakan transparansi keuangan yang tinggi untuk memastikan sepak bola Indonesia bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Misi tersebut menarik perhatian banyak netizen dan pencinta sepak bola, yang mulai membandingkan praktik keuangan serta keterbukaan keuangan di era Erick Thohir dengan Ketua PSSI terdahulu. Sebagian besar memberikan komentar kritis dan mengekspresikan keraguan mengenai pengelolaan keuangan PSSI, terutama terkait fasilitas yang diterima oleh atlet sepak bola Indonesia.
Sebelumnya, tidak ada transparansi berarti dari Ketua PSSI lainnya. Mereka jarang menyampaikan laporan keuangan tahunan, meskipun setiap tahun PSSI menerima dana yang cukup besar. Sebagai contoh, selama periode FIFA Forward 2.0 (2019-2021), PSSI mendapatkan dana bantuan sebesar 3 juta dolar AS, setara dengan Rp44 miliar, tanpa ada laporan publik mengenai penggunaan dana tersebut.
Sementara itu, Asosiasi Sepak Bola Thailand (FAT) yang menerima dana bantuan hampir sama, berhasil memanfaatkan dana tersebut untuk membangun berbagai fasilitas seperti kantor FAT, pusat latihan tim nasional, ruang seminar, pelatihan asisten wasit Video Assistant Referee (VAR), dan lapangan futsal.
Tidak hanya FIFA, Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) juga memberikan bantuan sekitar Rp2,2 miliar per tahun kepada PSSI untuk pengembangan kompetensi atlet. Namun, hingga saat ini, tidak ada laporan keuangan yang transparan dan dapat diakses publik mengenai implementasi dana bantuan tersebut.
Di bawah kepemimpinan Erick Thohir, PSSI secara terbuka mengungkapkan kondisi keuangan. Erick menyebutkan bahwa pendapatan PSSI mengalami peningkatan berkat dukungan dana dari pemerintah dan sektor swasta, dengan total yang diperoleh dari pemerintah mencapai Rp220 miliar serta dari sponsor sekitar Rp200-Rp300 miliar.
Erick Thohir menjelaskan bahwa meskipun ia tidak yakin finansial PSSI akan terus meningkat di masa depan, ia percaya jika dana tersebut digunakan dengan tepat, maka dapat menghasilkan prestasi yang lebih baik. Ia juga membandingkan keadaan kas PSSI yang masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lain, di mana pengelolaan sepak bola mereka bisa mencapai Rp1 triliun. Meski dengan dana yang lebih sedikit, prestasi Indonesia menunjukkan bahwa dana tersebut telah digunakan secara efektif.
Berikut daftar Ketua Umum PSSI sebelum Erick Thohir:
- Soeratin Sosrosoegondo (1930-1940)
- Artono Martosoewignyo (1941-1949)
- Maladi (1950-1959)
- Abdul Wahab Djojohadikoesomo (1960-1964)
- Maulwi Saelan (1964-1967)
- Kosasih Purwonegara (1967-1974)
- Bardosono (1975-1977)
- Ali Sadikin (1977-1981)
- Sjarnoebi Said (1982-1983)
- Kardono (1983-1991)
- Azwar Anas (1991-1999)
- Agum Gumelar (1999-2003)
- Nurdin Halid (2003-2011)
- Djohar Arifin Husin (2011-2015)
- La Nyalla Mattalitti (2015-2016)
- Edy Rahmayadi (2016-2019)
- Mochamad Iriawan (2019-2023)
Dengan upaya yang dilakukan Erick Thohir, diharapkan sepak bola Indonesia dapat berkembang secara lebih baik dan transparan, serta berprestasi di kancah nasional maupun internasional. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok