Repelita Jakarta - Jurnalis senior Hersubeno Arief memberikan pandangan kritis terhadap pernyataan Jokowi yang membantah pernah meminta perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode.
Dalam analisanya, Hersubeno mempersoalkan apakah publik masih mempercayai pernyataan Jokowi, mengingat adanya persepsi bahwa tindakan politik Jokowi sering kali tidak sesuai dengan pernyataannya di depan umum.
Jokowi secara terbuka membantah pernah meminta perpanjangan jabatan, menegaskan bahwa tuduhan tersebut merupakan "framing jahat."
Menurut Hersubeno, bantahan Jokowi terhadap isu ini memunculkan interpretasi yang berlawanan di kalangan masyarakat.
Ia mencatat bahwa banyak yang justru melihat bantahan ini sebagai indikasi adanya upaya yang pernah dilakukan Jokowi untuk memperpanjang masa jabatan.
Sikap skeptis ini, menurutnya, berakar dari persepsi bahwa Jokowi kerap memberikan sinyal yang tidak sejalan dengan langkah politik sebenarnya.
“Karena sudah jadi rahasia umum bahwa Pak Jokowi ini kalau memberikan sein kanan, berarti mau belok ke kiri. Itu sudah bukan rahasia umum lagi, itu sudah jadi rumus baku,” lugas Hersubeno Arief di youtube pribadinya.
Hersubeno melihat bahwa respons Jokowi terhadap tuduhan tersebut yang kali ini disampaikan dengan penjelasan panjang lebar menunjukkan upaya presiden untuk membersihkan namanya dari spekulasi negatif.
Kilas balik, bagaimana isu tiga periode sudah menjadi topik sejak awal periode kedua Jokowi, dengan beberapa tokoh politik, seperti M. Qodari, dan sejumlah menteri di kabinet Jokowi yang mendukung gagasan tersebut.
Namun, Megawati sebagai ketua umum PDIP secara konsisten menjadi penentang utama perpanjangan masa jabatan, sehingga upaya tersebut akhirnya tidak berhasil.
Bagi Hersubeno Arief, dinamika politik yang melibatkan Jokowi, PDIP, dan berbagai tokoh politik ini mencerminkan kompleksitas perebutan kekuasaan di Indonesia.
Ia menyebut bahwa pandangan publik terhadap Jokowi cenderung skeptis. Ia menilai, pernyataan Jokowi yang membantah isu tiga periode ini justru diartikan sebaliknya oleh masyarakat.
Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh pola komunikasi politik Jokowi yang sering kali membingungkan.
“Coba kalau Pak Jokowi mengaku bahwa benar dia pernah minta tiga periode, mungkin ya publik atau netizen akan mengatakan sebaliknya: Oh, enggak benar, karena Pak Jokowi menyatakan dia benar minta seperti itu,” ungkap Hersubeno Arief. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok