
PANGKALPINANG, 3 Desember 2024 - Majelis hakim Pengadilan Negeri Pangkalpinang memberikan vonis bebas terhadap terdakwa Ryan Susanto (26) alias Afung dari dua dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus dugaan korupsi penambangan timah ilegal pada persidangan yang digelar Senin (2/12/2024).
Putusan bebas tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Dewi Sulistiarini, didampingi hakim anggota Mhd, Takdir, dan Warsono.
Majelis hakim menyatakan Ryan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan kerugian kerusakan lingkungan sebagaimana yang didakwakan.
Usai divonis bebas, Ryan Susanto keluar dari ruang sidang dengan pengawalan ketat pihak Kejati Babel dan Kejari Bangka untuk dibawa ke mobil berwarna hitam, namun tim penasihat hukum terdakwa menarik Ryan Susanto.
Seketika Ryan keluar dari mobil, lalu memeluk tim penasihat hukum satu per satu sembari meneteskan air mata.
Nampak wanita berbaju pink menghampiri Ryan sembari menangis tersedu-sedu hingga terjatuh pingsan. Wanita itu terpaksa harus dibopong oleh Ryan Susanto dan ayahnya ke dalam ruangan depan ruang tahanan.
Wanita berbaju pink itu ternyata ibunda dari Ryan Susanto dan ia pingsan setelah mendengarkan putusan majelis hakim di ruang sidang Pengadilan Negeri Pangkalpinang.
Setelah pingsan selama beberapa menit, ibunda Ryan Susanto akhirnya sadar dari pingsan atas bantuan suami dan Ryan Susanto dengan memberikan minyak angin.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya menuntut Ryan melakukan "tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke - 1 KUHPidana dalam Surat Dakwaan Primair Penuntut Umum.
Penasihat Hukum Ryan Susanto, Budiono mengaku bangga dengan keputusan hakim tersebut.
Majelis hakim berpendapat bahwa perkara ini tidak masuk dalam ranah Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), melainkan masuk ranah pidana lingkungan hidup.
"Putusan pengadilan hari ini itu terjadi perbedaan pendapat di 3 Majelis Hakim itu. 2 menyatakan bahwa ini bukan ranah Tipikor, 1 Majelis Hakim menyatakan ini ranah Tipikor, jadi ada perbedaan pendapat di antara 3 Majelis Hakim tadi," kata Budiono.
Budiono juga menyampaikan, bahwa perkara ini sama dengan perkara dugaan korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis dan lainnya yang menyebabkan kerusakan lingkungan sebesar Rp271 triliun.
Putusan ini dapat dijadikan sebagai Yurisprudensi, putusan-putusan hakim terdahulu yang telah berkekuatan hukum tetap dan dijadikan pedoman bagi hakim lain dalam memutuskan perkara yang sama.
"Sepanjang Hakimnya sependapat, karena ini bisa dijadikan Yurisprudensi. Perkara ini persis sama," ujar Budiono.
Pasalnya, dalam perkara Ryan ini menyebabkan kerugian perekonomian negara dari kegiatan usaha pertambangan di Pantai Bubus, Desa Bantam, Kelurahan Bukit Ketok, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka di dalam kawasan hutan lindung menyebabkan kerusakan yang menimbulkan kerugian lingkungan hidup pada kawasan hutan lindung sebesar Rp59,279 miliar.
"Bahwa hitungan kerusakan yang disampaikan, hitungan nilai kerusakan atau kerugian negara yang disampaikan oleh JPU Itu adalah nilai kerusakan atau kerugian yang belum nyata. Jadi dalam UU Tipikor tidak konkret kerugian negaranya," jelas Budiono.
Budiono menilai, JPU terkesan memaksakan perkara ini untuk dimasukkan ke dalam ranah Tipikor, padahal perkara ini berada di dalam ranah Undang-Undang (UU) Lingkungan Hidup.
"Salah tempat dan memang kesannya ini dipaksakan oleh JPU. Padahal sebenarnya enggak mungkin JPU tidak tahu bahwa perkara ini bukan ranah Tipikor, tapi rananya lingkungan hidup atau KLHK yang lebih dominan lebih pas untuk menangani perkara ini. Tapi mungkin mereka mau uji coba, yang jelas seperti yang disampaikan Majelis Hakim tadi, bahwa sebenarnya enggak mungkin kalau JPU tidak paham dalam persoalan ini," beber Budiono.
Menurut Budiono, tidak bisa perkara kerusakan lingkungan ini dibebankan kepada orang yang terakhir melakukan aktivitas pertambangan, karena aktivitas pertambangan sudah dilakukan sejak dulu.
"Perkara ini kan sudah 10 tahun kemarin terjadi kerusakan lingkungan. Nah, Ryan Susanto adalah orang yang terakhir, banyak orang yang sebelum-sebelumnya. Janya saja hari ini Ryan Susanto yang jadi terdakwa, hitungan kerusakan itu dibebankan semuanya ke Ryan Susanto ini yang enggak adil hitungan itu," jelasnya.
Selain itu, perkara yang menimpa Harvey Moeis lebih ringan jika dibandingkan dengan perkara Ryan.
Sebab, perkara Harvey terjadi di Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah, sedangkan perkara Ryan terjadi di Hutan Lindung.
"Ini (Ryan) kan di kawasan Hutan Lindung, kalau yang (Harvey) itu kan di dalam IUP. Tapi ini bisa dijadikan Yurisprudensi menurut pendapat saya, karena persoalannya sama. Bisa dijadikan Yurisprudensi atas putusan Majelis Hakim hari ini," ungkapnya.
Budiono menambahkan, Hakim tadi mempertimbangkan kondisi masyarakat Bangka Belitung yang sampai hari ini masih bergantung dengan pertambangan timah.
"Kalaupun disalahkan, tidak bisa dimasukkan ke Tindak Pidana Korupsi, harusnya di kerusakan lingkungan UU Lingkungan Hidup dan Kehutanan, karena yang lebih pas di situ," tandasnya.(*)
Editor: Elok WA R-ID