Repelita, Jakarta 19 Desember 2024 - Pemecatan Joko Widodo (Jokowi) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengejutkan banyak pihak. Sebagai presiden yang sebelumnya merupakan wajah utama partai tersebut, keputusan ini menimbulkan beragam pertanyaan.
Rocky Gerung, pengamat politik, mengungkapkan bahwa pemecatan ini bukan sekadar masalah internal partai, tetapi juga menyentuh isu penting mengenai integritas, etika, dan penyalahgunaan kekuasaan dalam dunia politik.
Dalam surat pemecatan tersebut, PDIP menuduh Jokowi melakukan intervensi terhadap Mahkamah Konstitusi demi kepentingan pribadi, yaitu untuk meloloskan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon Wakil Presiden. “Tuduhan ini sangat serius dan mengarah pada pelanggaran sumpah jabatan Jokowi sebagai presiden,” ujar Rocky.
Rocky menegaskan bahwa tindakan tersebut dianggap melanggar janji Jokowi untuk tidak menggunakan kekuasaannya demi kepentingan pribadi. “Jokowi berjanji tidak akan menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, tetapi PDIP menilai ia melanggarnya,” kata Rocky.
Pemecatan ini dinilai sebagai catatan kelam dalam sejarah politik Indonesia. “Dalam dokumen resmi, Jokowi dicap sebagai pelanggar konstitusi yang memanfaatkan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Ini akan terus dikenang sebagai salah satu skandal besar dalam politik Indonesia,” jelas Rocky.
Rocky juga menekankan pentingnya prinsip habeas corpus, yang berkaitan dengan pelaporan pelanggaran hukum kepada pengadilan. Ia menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi momentum untuk menegakkan hukum secara adil.
Ia menutup pandangannya dengan mengatakan bahwa pemecatan ini lebih dari sekadar konflik partai, melainkan pelajaran penting bagi publik mengenai konsekuensi penyalahgunaan kekuasaan. “Jokowi kini menjadi simbol dari apa yang terjadi ketika etika dan hukum diabaikan,” pungkas Rocky.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok