Kemenangan Donald Trump, Rocky Gerung: Siap-siap Beban Hidup Makin Berat, Dolar Menguat, Rupiah Tertekan
Kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat memicu sejumlah kekhawatiran, termasuk dampaknya terhadap ekonomi global. Analis politik Rocky Gerung menilai kemenangan Donald Trump dapat memperberat beban ekonomi rakyat Indonesia.
Dalam YouTube pribadinya, Rocky Gerung menyoroti penguatan dolar AS yang diperkirakan akan memperlemah nilai tukar rupiah dan menambah tekanan pada ekonomi nasional.
Menurut Rocky Gerung, hasil pemilu yang memberi kemenangan telak kepada Donald Trump menunjukkan bahwa rakyat Amerika kini lebih memprioritaskan stabilitas ekonomi daripada isu demokrasi atau hak asasi manusia.
"Donald Trump dengan slogannya, ‘Make America Great Again’ berhasil menggerakkan publik Amerika untuk memilih stabilitas ekonomi yang kuat," ujar Rocky Gerung.
Rocky Gerung melihat tren ini sebagai perubahan signifikan dalam peta politik Amerika. “Rakyat Amerika lebih peduli pada pemimpin yang menjamin keamanan ekonomi nasional,” jelasnya.
Ia juga mencatat bahwa kepemimpinan Joe Biden yang dianggap lemah dalam isu-isu domestik membuat Trump tampil sebagai pilihan kontras yang lebih kuat.
Penguatan dolar AS di bawah pemerintahan Donald Trump yang mendapatkan dukungan penuh dari Partai Republik di Kongres kemungkinan besar akan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Rocky Gerung mengingatkan bahwa Indonesia, sebagai negara berkembang yang banyak bergantung pada impor, akan merasakan tekanan dari harga dolar yang makin tinggi.
"Rakyat harus siap menghadapi situasi ini, terutama terkait harga kebutuhan pokok yang berpotensi meningkat," kata Rocky Gerung.
Rocky Gerung juga menyinggung potensi tantangan Indonesia dalam memperoleh dukungan ekonomi dari Amerika jika hubungan bilateral tidak dikelola dengan baik. “Donald Trump cenderung fokus pada kepentingan dalam negeri. Ini berbeda dengan Joe Biden yang relatif lebih memperhatikan kerja sama internasional,” imbuhnya.
Kondisi ini diperparah oleh rencana Indonesia untuk bergabung dengan BRICS, kelompok ekonomi yang terdiri dari negara-negara seperti Tiongkok dan Rusia. Rocky Gerung menilai langkah ini dapat menambah ketegangan dengan Amerika Serikat mengingat BRICS dianggap sebagai blok alternatif yang kerap berseberangan dengan kepentingan Barat.
"Konsolidasi ekonomi yang kuat di AS di bawah Trump bisa membuat Indonesia harus berpikir ulang, apakah bergabung dengan BRICS merupakan pilihan tepat,” kata Rocky Gerung.
Ia menambahkan Indonesia berisiko mengalami kesulitan akses pada modal dari negara-negara Barat, yang umumnya berada di bawah pengaruh Amerika. Rocky Gerung juga menyoroti dampak geopolitik dari kemenangan Trump, terutama dalam konflik Timur Tengah dan Ukraina.
"Donald Trump dikenal dekat dengan kepentingan pengusaha besar dan cenderung pro-Israel. Ini bisa mengubah peta Timur Tengah dan sikap Amerika dalam konflik Ukraina," katanya.
Dalam konteks demokrasi, Rocky Gerung mengungkapkan kekhawatiran bahwa fokus AS pada populisme bisa melemahkan nilai-nilai demokrasi di negara-negara lain.
“Ketika kepentingan ekonomi besar yang dikonsolidasikan, demokrasi sering kali kalah," ujarnya.
Menurut Rocky Gerung, kondisi di AS dapat menjadi cerminan bagi Indonesia. Ia memperingatkan bahwa gelombang populisme yang mengedepankan stabilitas ekonomi berisiko meminggirkan prinsip-prinsip demokrasi.
"Indonesia perlu berhati-hati. Jangan sampai demi ekonomi, kita mengorbankan demokrasi," tegas Rocky Gerung.
Rocky Gerung pun menyebutkan kepemimpinan Donald Trump yang populis bisa menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan nilai-nilai demokrasi.
“Ini adalah refleksi penting bagi kita di Indonesia untuk menata arah kebijakan dan memperkuat konsolidasi kerakyatan,” pungkasnya.(*)