Ridwan Kamil Angkat Isu Radikalisme, Apakah Mengarah pada FPI?
Pernyataan Ridwan Kamil (RK) tentang keberaniannya membubarkan kelompok yang disebut "radikal" menarik perhatian dalam kampanye Pilkada Jakarta 2024.
RK juga mengklaim dirinya pernah digugat sebesar Rp 9 triliun terkait tindakan tersebut.
Narasi yang disampaikan RK dimaksudkan untuk menunjukkan komitmen terhadap Pancasila dan keberagaman.
Namun, pernyataan tersebut memunculkan sejumlah pertanyaan mendasar yang membutuhkan klarifikasi.
Konteks Istilah "Radikalisme"
Istilah "radikalisme" memiliki konotasi yang serius, baik secara yuridis maupun sosial.
Dalam konteks hukum, kelompok yang dianggap radikal harus melalui proses peradilan untuk memastikan keabsahan tuduhan tersebut.
Tanpa putusan hukum yang sah, penggunaan istilah ini berisiko mencemarkan nama baik dan menyulut sentimen negatif terhadap kelompok tertentu.
RK tidak merinci kelompok yang ia maksud sebagai radikal.
Apakah yang dimaksud adalah organisasi yang sudah dinyatakan terlarang, seperti Front Pembela Islam (FPI), atau kelompok lain?
Tanpa kejelasan ini, pernyataan tersebut berpotensi menimbulkan bias dan stigma terhadap kelompok tertentu, khususnya umat Islam.
Radikalisme sebagai Isu Kampanye
Mengangkat isu radikalisme dalam kampanye Pilkada dianggap kurang tepat.
Pilkada seharusnya menjadi ruang untuk membahas visi, program, dan solusi konkret atas permasalahan warga Jakarta.
Menggunakan isu radikalisme sebagai narasi kampanye berisiko memicu polarisasi di tengah masyarakat.
Jakarta menghadapi tantangan besar seperti banjir, kemiskinan, tata kelola transportasi, dan pelayanan publik.
Isu radikalisme, tanpa konteks yang jelas, dapat mengalihkan perhatian dari masalah yang lebih relevan bagi warga ibu kota.
Pentingnya Pengelolaan Isu Sensitif
RK, sebagai mantan Gubernur Jawa Barat, seharusnya memahami sensitivitas isu radikalisme dan dampaknya.
Namun, membawa isu ini ke ruang kampanye tanpa dasar yang jelas dianggap kurang bijak.
Isu ini justru berpotensi memperburuk stigma terhadap umat Islam dan memecah-belah masyarakat.
Jika RK ingin menunjukkan komitmen terhadap keberagaman dan melawan ancaman terhadap NKRI, ia sebaiknya memaparkan data dan bukti kebijakan yang pernah diambil.
Pernyataan tanpa landasan hukum yang kuat hanya akan melemahkan kredibilitas narasi tersebut.
Membangun Kampanye yang Bermartabat
Pilkada adalah momentum untuk menunjukkan kepemimpinan yang bermartabat dan inklusif.
Para kandidat perlu fokus pada solusi nyata untuk aspirasi masyarakat, bukan memanfaatkan isu yang memecah-belah.
RK, sebagai salah satu calon pemimpin Jakarta, perlu memberikan contoh dengan mengangkat isu-isu substansial yang relevan.
Pada akhirnya, warga Jakarta membutuhkan pemimpin yang tidak hanya menjunjung nilai-nilai Pancasila tetapi juga mampu mempraktikkan toleransi dan keberagaman secara konsisten.
Menggunakan isu radikalisme tanpa dasar yang jelas dalam ruang politik hanya akan menciptakan perpecahan dan ketidakpercayaan yang tidak perlu.(*)