Penulis: Andri Rahman : Mahasiswa Prodi Magister Pendidikan IPS FISIP UNNES
Posisi Wakil Presiden Republik Indonesia telah memainkan peran penting dalam jalannya pemerintahan sejak kemerdekaan. Sejak era Soekarno dan Bung Hatta, jabatan ini bukan hanya simbolis, tetapi juga strategis, mendampingi Presiden dalam mengatur negara. Namun, seiring berjalannya waktu, makna dan fungsi jabatan Wakil Presiden mengalami perubahan signifikan, baik dari sisi kualifikasi maupun legitimasi.
Pada 2024, fenomena baru muncul dalam dinamika pemilihan Wakil Presiden yang sangat menarik untuk dianalisis. Mekanisme pemilihan yang penuh dengan kontroversi, pelanggaran hukum, dan kecurangan menarik perhatian publik. Nama Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, muncul sebagai calon Wakil Presiden, yang menimbulkan pertanyaan besar mengenai masa depan jabatan ini: Quo vadis Wakil Presiden?
Dari Bung Hatta, Sosok Pembela Demokrasi
Pada masa awal kemerdekaan, Wakil Presiden pertama Indonesia, Muhammad Hatta, memegang peran yang sangat krusial. Tidak hanya sebagai pendamping Presiden Soekarno, Hatta juga berperan aktif dalam merumuskan dasar negara dan memperjuangkan kemerdekaan. Hatta adalah sosok intelektual dan pejuang yang memiliki kapasitas politik mumpuni dan integritas yang tinggi.
Pemilihan Hatta sebagai Wakil Presiden mencerminkan harapan besar terhadap kualitas kepemimpinan dan keberlanjutan proses demokrasi di Indonesia. Pada masa itu, posisi Wakil Presiden bukan hanya tentang menjadi pendamping Presiden, tetapi juga sebagai penjaga konstitusi dan perwujudan semangat demokrasi. Kualitas dan kredibilitas seorang Wakil Presiden sangat penting untuk menjaga keseimbangan dalam pemerintahan dan negara.
Mekanisme Pilpres yang Sarat Kontroversi
Namun, perjalanan politik Indonesia mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Salah satu peristiwa yang menarik perhatian publik adalah proses pemilihan Wakil Presiden dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Proses ini mendapat sorotan tajam karena adanya dugaan kecurangan yang melibatkan mekanisme hukum dan pelanggaran etika oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Awalnya, terdapat ketentuan hukum yang mengatur batas usia minimum untuk calon Wakil Presiden. Namun, dalam keputusan kontroversialnya, MK mengubah aturan tersebut dan membuka pintu bagi calon-calon muda untuk maju sebagai Wakil Presiden meski belum memenuhi persyaratan usia yang sebelumnya berlaku. Keputusan ini menimbulkan polemik, karena banyak pihak menilai perubahan aturan ini tidak sesuai dengan prinsip dasar demokrasi dan keadilan.
Perubahan ini membawa dampak langsung pada pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo. Nama Gibran muncul sebagai calon Wakil Presiden, meski latar belakang dan kompetensinya dipertanyakan oleh banyak kalangan. Banyak pihak meragukan kemampuan Gibran untuk memegang posisi penting ini, mengingat pengalaman politiknya yang minim dan kecenderungannya yang terkesan mengandalkan nama besar ayahnya.
Gibran: Antara Kontroversi dan Harapan
Gibran Rakabuming Raka, yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha muda, mendadak menjadi perhatian publik ketika namanya disebut-sebut sebagai calon Wakil Presiden pada Pilpres 2024. Meskipun memiliki hubungan darah dengan Presiden Joko Widodo, Gibran dianggap belum menunjukkan kompetensi yang cukup untuk menduduki jabatan yang sangat vital bagi negara. Kompetensinya dalam berpolitik sering dipertanyakan, terutama jika dibandingkan dengan sosok seperti Bung Hatta yang dikenal karena pemikirannya yang mendalam dan pengalamannya dalam memimpin.
Wakil Presiden bukan sekadar posisi seremonial, tetapi juga memiliki tanggung jawab besar dalam pengambilan keputusan strategis dan menjalankan kebijakan negara. Pertanyaannya, apakah Gibran memiliki kapasitas untuk mengemban tanggung jawab sebesar itu?
Lebih lanjut, pengaruh dinasti politik yang semakin kuat turut memperkeruh situasi. Banyak kalangan yang merasa bahwa pencalonan Gibran lebih didorong oleh politik kekuasaan dan koneksi keluarga daripada kemampuan personalnya. Hal ini memunculkan ketidakpuasan di kalangan sebagian besar publik yang berharap jabatan penting seperti Wakil Presiden diisi oleh individu yang memiliki kemampuan dan visi untuk memimpin negara.
Menilai Masa Depan Wakil Presiden
Jabatan Wakil Presiden yang dulu diisi oleh tokoh-tokoh besar seperti Bung Hatta kini menghadapi tantangan besar. Era di mana Wakil Presiden dipilih berdasarkan meritokrasi dan kemampuan semakin tergeser oleh kepentingan politik dan kekuasaan. Pemilihan Gibran sebagai calon Wakil Presiden di 2024, yang disertai dengan kontroversi hukum dan etika, menjadi simbol dari perubahan arah politik Indonesia yang semakin pragmatis.
Jika sebelumnya Wakil Presiden adalah sosok yang memegang peranan penting dalam menjaga jalannya pemerintahan, sekarang posisinya tampak semakin kehilangan makna. Diperlukan lebih dari sekadar hubungan darah atau dukungan politik untuk menjadi Wakil Presiden yang sukses. Kompetensi, integritas, dan visi yang jelas adalah kunci utama dalam menjalankan tugas ini.
Quo Vadis Wakil Presiden Indonesia di Masa Depan?
Ke depan, kita perlu merenungkan lebih dalam mengenai pentingnya pemilihan pemimpin yang bukan hanya dilihat dari segi hubungan kekuasaan, tetapi juga dari segi kualitas dan kemampuan yang mereka miliki untuk membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah dipimpin oleh sosok-sosok besar seperti Bung Hatta. Pertanyaannya, apakah di masa depan kita akan memiliki pemimpin yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa daripada sekadar memenuhi ambisi politik pribadi?
Gibran, dengan segala kontroversinya, hanya akan menjadi bagian dari kisah panjang perjalanan Indonesia menuju kepemimpinan yang lebih baik jika ia mampu membuktikan dirinya lebih dari sekadar "fufufafa".(*)