Peneliti senior Imparsial, Bhatara Ibnu Reza, menyoroti kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang dinilai masih terikat dengan dunia kemiliterannya.
Bhatara menyebut bahwa Prabowo hanya memiliki satu hal yang dibanggakan dalam kariernya, yakni militerisme. Hal tersebut, menurutnya, menjadi penyebab Prabowo melakukan pendekatan militeristik dalam menjalankan pemerintahannya.
Salah satunya yang terlihat adalah saat 'mendidik' jajaran kabinet Merah Putih di Akademi Militer (Akmil) Magelang.
Cara serupa kemudian dicontohkan oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming yang meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengadakan Rakornas Kepala Daerah di tempat yang sama.
"Apa yang bisa dia banggakan? Cuma itu yang bisa dia banggakan. Buat dia hidup sebagai militer, dia ingin menunjukkan bahwa saya militer sejati, saya mulai dari bawah, meskipun secara politik di lingkungan militer juga pada saat dia naik jadi Brigjen, teman-temannya masih Letkol, karena ada Soeharto, dia menantunya," ujar Bhatara saat dihubungi, Jumat (8/11/2024).
Simbol-simbol militerisme yang diperlihatkan Prabowo, hingga memberikan seragam loreng kepada jajaran kabinetnya, menurut Bhatara, menjadi sinyal yang jelas kembalinya militerisme dalam pemerintahan sipil.
"Masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah perlu membaca simbol-simbol ini. Dengan memilih Akmil sebagai tempat pelatihan, Prabowo tampaknya melihat tempat itu sebagai kawah candradimuka, lambang ideal pemimpin bangsa," katanya.
Lebih jauh, Bhatara mengungkapkan bahwa langkah-langkah Prabowo dalam membawa kembali unsur militer ke pemerintahan sebenarnya sudah terlihat sejak era Presiden Jokowi.
Seperti Undang-Undang Pengelolaan Sumber Daya Manusia yang sebenarnya membuka jalan terhadap kebijakan wajib militer.
Ia mengingatkan bahwa upaya untuk menghadirkan wajib militer dan pembentukan milisi sipil seperti masa Orde Baru bisa merusak demokrasi dan hak sipil.
"Dulu di Timor Timur, Aceh, dan Papua pernah dibentuk milisi-milisi seperti ini. Apakah kita ingin mengulangi kesalahan lama?" tegas Bhatara.
Dengan pendekatan yang dianggap menghidupkan simbol-simbol militerisme ini, Bhatara mengingatkan agar publik terus waspada.
“Kekuasaan itu harus diwaspadai dan dicurigai,” pungkasnya.(*)