Kejagung Respons Bantahan Kuasa Hukum Tom Lembong soal Kasus Impor Gula
Jakarta — Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons pernyataan dari kuasa hukum tersangka kasus impor gula, Tom Lembong, yang membantah bahwa kliennya memberikan izin impor gula ketika Indonesia dalam kondisi surplus gula.
Kejagung menegaskan bahwa hal tersebut merupakan bagian dari proses penyidikan yang masih berlangsung.
"Ya, itu bagian dari penyidikan. Ini nantinya akan dikontes. Kita lihat seperti apa hasilnya," kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Harli kepada wartawan, Rabu (6/11/2024).
Dalam kasus ini, Tom Lembong diduga memberikan izin impor gula kepada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). Menurut kuasa hukum Tom, Ari Yusuf Amir, izin tersebut adalah tindak lanjut dari kebijakan yang telah dirintis oleh menteri sebelumnya, yang kemudian dilanjutkan oleh Tom Lembong sebagai kebijakan impor.
Ari juga membantah adanya kondisi surplus gula pada saat izin diberikan, yang menurutnya adalah informasi keliru.
"Kaitan surplus pada waktu itu salah data. Data yang benar menunjukkan kita tidak pernah surplus dalam masalah gula, itu informasi yang salah. Data tersebut bisa dicek," jelas Ari dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (4/11/2024).
Ari menjelaskan bahwa izin impor diberikan sebagai lanjutan dari kebijakan yang telah ada, dengan dasar komunikasi resmi antara Kementerian Perdagangan dan PT PPI yang sudah berlangsung sejak era menteri sebelumnya.
"Ketika Pak Tom masuk, PPI menindaklanjuti surat tersebut dan dijawab oleh Pak Tom sebagai kebijakan yang berkesinambungan," tambah Ari.
Kuasa hukum Tom Lembong mempertanyakan dasar Kejagung dalam menetapkan kliennya sebagai tersangka dan menahannya. Ia menekankan perlunya Kejagung untuk menjelaskan tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh kliennya.
"Kita ingin tahu, di mana letak perbuatan melawan hukumnya, apakah ada kepentingan Pak Tom dalam kebijakan tersebut, dan apakah ada keuntungan atau fee terkait kebijakan tersebut. Sampai saat ini kami belum menemukan hal itu," ungkapnya.
Duduk Perkara Kasus Impor Gula
Kasus dugaan korupsi dalam impor gula pada 2015-2016 menjerat dua tersangka, yakni Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan periode 2015-2016, dan Charles Sitorus, mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Dalam perkara ini, beberapa jenis gula perlu dipahami, yakni gula kristal mentah (GKM), gula kristal rafinasi (GKR), dan gula kristal putih (GKP). GKM dan GKR adalah gula untuk proses produksi, sedangkan GKP dapat langsung dikonsumsi.
Berdasarkan aturan yang diteken oleh Tom Lembong saat menjadi Menteri Perdagangan, hanya BUMN yang diizinkan melakukan impor GKP, dan itu pun harus sesuai dengan kebutuhan dalam negeri yang telah disepakati dalam rapat koordinasi antarkementerian untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga GKP.
Namun, menurut jaksa, dalam perkara ini terjadi kekurangan stok GKP di Indonesia pada 2016, yang seharusnya memungkinkan BUMN untuk mengimpor GKP. Jaksa menyatakan bahwa Tom Lembong malah memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan swasta untuk mengimpor GKM, yang kemudian diolah menjadi GKP.
Jaksa menyebutkan bahwa Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk bekerja sama dengan perusahaan swasta dalam mengolah GKM impor tersebut menjadi GKP. Ada sembilan perusahaan swasta yang disebut terlibat, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, PT MSI, dan PT KTM.
Setelah GKM diolah menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membelinya, namun kenyataannya perusahaan-perusahaan swasta itu menjual GKP langsung ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 3.000 lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET).
Kasus ini menarik perhatian publik karena dugaan adanya perbedaan harga yang mencolok dan praktik distribusi yang tidak sesuai aturan, yang dinilai merugikan masyarakat.(*)