Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Muhammadiyah Kritisi Tarif PPN 12 Persen: Jangan Jadi Lumbung Padi yang Banyak Dimakan Tikus

 Haedar Nashir Ketum PP Muhammadiyah tanggapi kenaikan PPN 12 persen. (Instagram @haedarnashirofficial)

Polemik mengenai penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen yang akan mulai berlaku pada awal 2025 terus bergulir. Salah satu isu utama yang disoroti adalah dampaknya terhadap pelaku UMKM, yang dianggap akan semakin terbebani dengan kebijakan ini.

Namun demikian, penerapan pajak di negara manapun merupakan hal yang tak terhindarkan, terutama jika pajak tersebut bersifat progresif. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan bahwa pengelolaan pajak harus benar-benar diarahkan untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Haedar mengingatkan agar pengelolaan pajak tidak menjadi beban bagi rakyat kecil. Ia mengutip ungkapan lama, "lumbung padi banyak dimakan tikus", yang menggambarkan ketidakadilan dalam penggunaan pajak. Ia menegaskan bahwa pajak harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat, bukan malah menjadi sumber kesengsaraan bagi masyarakat miskin.

Menurut Haedar, konsep pajak yang berkeadilan sosial, atau pajak Pancasila, perlu diterapkan. Selama ini, pajak juga menyasar kalangan ekonomi bawah, meski dengan jumlah yang kecil. Hal ini, menurutnya, dapat menggerus daya beli mereka dalam jangka panjang.

Ia mencontohkan Muhammadiyah sebagai organisasi yang tidak berorientasi pada keuntungan. Setiap kelebihan dari usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah, lanjut Haedar, digunakan untuk program pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, ia menilai wajar jika organisasi seperti Muhammadiyah tidak disasar oleh pajak.

Haedar juga mengusulkan agar penarikan pajak difokuskan pada usaha-usaha besar. Menurutnya, dengan penerapan pajak 12 persen pada pengusaha besar, negara dapat memperoleh pemasukan yang lebih signifikan.

Ia juga menekankan bahwa sistem ekonomi Indonesia yang dirancang oleh para pendiri bangsa pada tahun 1945 tidak sepenuhnya mengadopsi konsep sosialisme atau kapitalisme murni, melainkan ekonomi konstitusional. Oleh karena itu, ia berharap pajak yang diterima negara digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

"Pesan kami, pajak sebesar apapun itu dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat, dan itulah makna dari yang kaya membantu yang miskin lewat pajak," pungkasnya.(*)

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved