Pakar Hukum: Jokowi Harus Bertanggung Jawab atas Dugaan Gratifikasi Fasilitas Jet Pribadi untuk Kaesang
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bonaprapta, menyatakan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi harus bertanggung jawab terkait dugaan gratifikasi yang diterima putranya, Kaesang Pangarep.
Gandjar menjelaskan bahwa gratifikasi tidak hanya terbatas pada barang yang diterima secara fisik, melainkan juga meliputi fasilitas yang diberikan kepada pejabat atau keluarganya.
Hal ini disampaikannya saat menyoroti sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyatakan bahwa fasilitas jet pribadi yang diterima Kaesang Pangarep bukan termasuk gratifikasi.
"Gratifikasi itu tidak terbatas hanya pada barang," kata Gandjar dalam keterangannya di Gedung ACLC KPK, Jakarta, 7 November 2024.
Ia merujuk pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pasal 12B, yang memiliki makna luas mengenai penerimaan gratifikasi, termasuk penerimaan fasilitas.
"Kalau pemberian biasanya merujuk kepada barang yang bisa diserahterimakan, berpindah tangan," ujar Gandjar.
Namun, ia menambahkan bahwa ada kategori lain dalam gratifikasi, yakni fasilitas yang memberikan kenyamanan dan pelayanan kepada penerima.
Gandjar menekankan bahwa aturan gratifikasi ini berlaku bagi pegawai negeri dan penyelenggara negara, termasuk pejabat negara seperti presiden.
Ia menjelaskan bahwa larangan penerimaan gratifikasi ini sudah diberlakukan sejak era Presiden ke-2 Soeharto melalui Keputusan Presiden (Keppres) yang melarang pejabat menerima barang atau fasilitas.
Namun, Gandjar menyebutkan bahwa penerima gratifikasi tidak harus langsung pejabat itu sendiri, melainkan bisa melalui perantara atau orang terdekat, termasuk keluarga inti pejabat.
"Penerimanya tidak harus pejabatnya langsung. Bisa lewat orang lain, lewat perantara, siapapun itu. Bisa juga ditujukan kepada orang dekatnya, terutama keluarga inti," ungkapnya.
Menurut Gandjar, orang sering kali memberikan fasilitas atau bantuan kepada keluarga pejabat untuk mempererat hubungan dengan pejabat tersebut.
Ia juga menekankan bahwa terdapat jurisprudensi dan preseden hukum yang menegaskan larangan penerimaan gratifikasi bagi keluarga pejabat negara.
"Yang perlu dipastikan adalah bahwa larangan kepada pejabat untuk menerima gratifikasi, suap, dan lain-lain itu juga berlaku pada keluarga intinya," tegas Gandjar.
Ia juga menegaskan pentingnya larangan ini, terutama bagi pejabat di level tertinggi, seperti kepala negara, yang mendapat pengawalan dan fasilitas dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) untuk mencegah potensi konflik kepentingan.
"Dengan adanya pengawalan Paspampres, tujuannya adalah agar mereka tidak menerima fasilitas atau bantuan lain yang bisa menimbulkan konflik," jelasnya.
Dengan aturan, preseden, dan jurisprudensi yang ada, Gandjar menegaskan bahwa larangan ini berlaku pula untuk keluarga inti pejabat negara.
"Kita sudah punya jurisprudensi menyangkut riwayat pasal-pasal suap, baik bagi pemberi maupun penerima. Bisa diterima orang lain dan keluarga, baik titipan maupun adresat," jelasnya.
Gandjar menegaskan bahwa tanggung jawab atas dugaan gratifikasi fasilitas jet pribadi yang diterima Kaesang harus dibebankan kepada Jokowi sebagai pejabat negara yang berwenang.
"Dari situ sudah jelas bahwa memang yang disasar bukan si anak. Jadi yang akan diminta pertanggungjawaban hukum adalah bapaknya atau ibunya yang pejabat," pungkas Gandjar.(*)