Maskota Jongos Aguan Makin Kurang Ajar! Berani Mengultimatum Said Didu?
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Maskota jongos Sugiyanto Kusuma, atau Aguan, tampil dalam klarifikasinya di media sosial dengan wajah lesu, seolah kehabisan semangat. Dengan tekanan yang datang dari banyak kritik di medsos, ia tampak merasa terpojok. Namun, dalam acara silaturahmi warga dengan PIK2 pada 23 November, Aguan kembali menunjukkan sikap keras kepala. Ia mengancam Said Didu untuk meminta maaf dalam waktu seminggu, jika tidak, Aguan mengklaim bahwa Didu akan merintih di penjara.
Namun, ancaman ini justru menunjukkan kepanikan Aguan. Sebelumnya, ia berusaha meyakinkan publik bahwa hubungannya dengan Said Didu tidak ada kaitannya dengan PIK2. Tetapi, dalam acara tersebut, Aguan berbicara seolah mendukung kepentingan PIK2. Di acara tersebut, terungkap bahwa tanah yang dibeli untuk proyek PIK2 hanya dihargai 30 ribu per meter. Hal ini diceritakan oleh Hambali yang mengungkapkan adanya transaksi tanah yang merugikan warga.
Hambali juga menyuarakan keluhan tentang akses laut yang dipagari, dan meminta agar PIK2 membuka akses bagi warga, seperti yang terjadi di Bali. Ia juga menyatakan dukungan untuk pasangan calon nomor 2 dalam pemilu.
Gerombolan jongos Aguan yang terdiri dari Maskota dan Surta Wijaya bekerja sama dengan Alibaba Aguan, Ali Hanafiah Lijaya, untuk merampas tanah rakyat dengan berbagai cara, termasuk menekan harga tanah, membuat sertifikat palsu, dan menggugat sertifikat hak milik warga. Tanah yang berhasil dirampas ini kemudian dicuci melalui beberapa perusahaan perantara, sebelum akhirnya diserahkan ke Aguan untuk proyek PIK2.
Aguan dan Anthoni Salim tidak bisa menghindari tanggung jawab atas tanah yang mereka gunakan untuk proyek properti, yang diperoleh melalui penindasan dan perjuangan keras warga yang mempertahankan hak mereka. Perampasan tanah ini melibatkan pengambilan tanah tanpa persetujuan pemilik, baik melalui harga yang tidak sesuai, penolakan untuk menjual, atau bahkan penyitaan paksa.
Negara harus segera campur tangan untuk mencegah tindakan ini, karena Aguan dan korporasinya kini beroperasi seperti "Negara dalam Negara" di kawasan PIK2. Para jongos Aguan yang meresahkan rakyat harus segera ditangkap dan diproses secara hukum.(*)