Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur nonaktif Bengkulu, Rohidin Mersyah (RM) dan beberapa pihak lainnya. Hal ini dilakukan karena KPK khawatir barang bukti uang hasil pemerasan akan habis untuk serangan fajar.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan bahwa penyelidikan dugaan pemerasan terhadap pegawai di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu dan dugaan gratifikasi oleh Rohidin telah dilakukan selama berbulan-bulan. Klarifikasi dan verifikasi dilakukan terhadap pelapor.
"Jumat kemarin, pelapornya menyampaikan akan ada penyerahan duit. Kami menurunkan tim untuk mengikuti itu, dan benar ada penyerahan, dan kita ikuti hingga penggeledahan, ditemukan sejumlah uang, termasuk uang yang ada di ajudan yang bersangkutan, senilai Rp6,5 miliar," kata Alex, seperti dikutip RMOL, Senin, 25 November 2024.
Alex juga memastikan bahwa uang sebesar Rp6,5 miliar tersebut sudah terkumpul sejak lama dan dikumpulkan di ajudan Rohidin. Ia menjelaskan bahwa KPK khawatir jika operasi ditunda, uang tersebut akan habis untuk kepentingan Pilkada 2024. "Kalau kita tunda nanti uangnya sudah habis. Dugaan kami seperti itu," ujar Alex.
Berdasarkan percakapan yang diperoleh dari handphone, ditemukan adanya komunikasi terkait permintaan uang dari tim sukses Rohidin yang kembali maju dalam Pilkada 2024. KPK khawatir jika penindakan ditunda hingga setelah pemilihan, uang tersebut akan terbagi dan tidak ada bukti yang tersisa.
Alex menegaskan bahwa penangkapan dan penetapan tersangka terhadap Rohidin tidak akan mengganggu proses Pilkada Serentak di Bengkulu. "Mekanisme Pilkada tetap berlangsung. Tidak ada persoalan. Silakan rakyat menentukan pilihan mereka. Namun penegakan hukum tetap dilakukan sesuai dengan bukti yang ada," jelasnya.
Selain itu, Alex memastikan bahwa tindakan KPK adalah murni penegakan hukum dan tidak ada unsur politik. "Kami pastikan KPK bukan menjadi alat politik untuk menjegal calon-calon," tegas Alex.
Pada Minggu, 24 November 2024, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka dugaan pemerasan dan gratifikasi di Pemprov Bengkulu. Ketiganya adalah Rohidin Mersyah, Isnan Fajri (Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu), dan Evriansyah (ajudan Gubernur Bengkulu).
Penetapan tersangka dilakukan setelah KPK mengamankan uang sebesar Rp7 miliar dalam bentuk mata uang Rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura pada OTT yang dilakukan pada Sabtu, 23 November 2024. Sebelumnya, pada Juli 2024, Rohidin mengungkapkan bahwa ia membutuhkan dukungan dana dan penanggung jawab wilayah untuk Pilgub Bengkulu 2024.
Pada September-Oktober 2024, Isnan Fajri mengumpulkan seluruh Ketua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Kepala Biro di Pemprov Bengkulu dengan arahan untuk mendukung Rohidin. Salah satu tindakan pemerasan yang ditemukan adalah penyerahan uang oleh Syafriandi (Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pemprov Bengkulu) yang memberikan uang Rp200 juta kepada Rohidin melalui ajudannya, dengan tujuan agar Syafriandi tidak dinonaktifkan.
Selain itu, Tejo Suroso (Kepala Dinas PUPR Provinsi Bengkulu) mengumpulkan uang Rp500 juta dari potongan anggaran, SPPD, dan tunjangan pegawai sebagai bagian dari upaya mendukung pencalonan Rohidin. Saidirman (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemprov Bengkulu) juga mengumpulkan uang sebesar Rp2,9 miliar dan diminta untuk mencairkan honor pegawai tidak tetap dan guru tidak tetap (GTT) sebelum 27 November 2024, untuk mendapatkan dukungan dari para honorer.
Ferry Ernest Parera (Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Pemprov Bengkulu) juga menyerahkan uang senilai Rp1.405.750.000 sebagai donasi dari satker tim pemenangan Kota Bengkulu kepada Rohidin melalui ajudannya, Evriansyah.(*)