Oleh Shamsi Ali Al-Kajangi
Dalam dua tulisan terakhir saya, saya tidak memihak pada salah satu kandidat terdepan dalam pemilihan Presiden AS: Kamala Harris atau Donald Trump. Setelah menimbang berbagai hal, baik kepentingan domestik maupun global, saya melihat keduanya memiliki sisi positif dan negatif yang perlu diperhatikan. Namun, dengan pemilu yang telah selesai dan salah satunya memenangkan pertarungan, kali ini saya ingin mengulas faktor utama mengapa Kamala Harris, dan juga Partai Demokrat, kalah dalam pemilu ini.
Kamala Harris kalah, baik secara jumlah daerah yang memilih (elektoral) maupun jumlah suara yang memilih (populer). Selain itu, Partai Demokrat juga kehilangan mayoritas di Senat, dan mungkin juga di Kongres (DPR). Meskipun secara umum saya tidak ingin mengaitkan kemenangan atau kekalahan dengan Partai, karena seringkali partai tidak dominan dalam menentukan hasilnya, tetapi ada beberapa faktor yang patut dicermati.
Empat Faktor Kekalahan Kamala Harris
Faktor pertama yang menyebabkan Kamala Harris kalah telak adalah krisis ekonomi yang terjadi dalam empat tahun terakhir. Selain kenaikan harga kebutuhan pokok, sektor-sektor ekonomi juga mengalami kelesuan. Inflasi yang tinggi menyebabkan masyarakat menengah ke bawah semakin terhimpit. Dampak buruk ini dirasakan oleh banyak warga Amerika, sementara pemerintahan Joe Biden-Kamala Harris lebih banyak mengedepankan isu-isu hak pribadi yang tidak selalu diterima mayoritas masyarakat, seperti kesetaraan gender, hak-hak LGBTQ, dan legalitas perkawinan sejenis. Isu-isu ini lebih menjadi fokus utama Demokrat ketimbang permasalahan ekonomi yang lebih mendesak.
Isu pendatang (imigran) yang tidak terkendali juga semakin meresahkan. Slogan Trump untuk membatasi pendatang dan janji mendeportasi warga asing ilegal dianggap sebagai bentuk kepahlawanan oleh banyak warga Amerika. Pemerintahan Biden-Harris gagal mengatasi masalah imigrasi ini, meskipun masalah ini sudah menjadi isu klasik bagi semua pihak, baik Demokrat maupun Republikan.
Faktor terbesar yang menyebabkan kekalahan Kamala Harris adalah kebijakan ambisius global Joe Biden, yang terfokus pada peperangan di Ukraina dan Timur Tengah, khususnya antara Israel dan Palestina. Kamala Harris, sebagai wakil Biden, menjadi korban dari ambisi dominasi global ini. Perang-perang tersebut, yang berdampak buruk pada perekonomian Amerika, telah menumbuhkan kesadaran di kalangan warga Amerika akan pentingnya mengurangi ambisi global dan fokus pada kepentingan domestik, seperti yang digema Trump dengan slogan "America First."
Meskipun asumsi bahwa Demokrat selalu terlibat dalam peperangan tidak selalu benar, karena sejarah menunjukkan bahwa pemerintahan Republikan juga sering memulai peperangan, masalah peperangan yang dipimpin oleh Partai Demokrat memang menjadi salah satu alasan utama kekalahan mereka.
Pelajaran untuk Partai Demokrat dan Amerika
Kekalahan Kamala Harris dan Partai Demokrat seharusnya menjadi pelajaran penting bagi Partai Demokrat dan Amerika secara keseluruhan. Ambisi global dan peperangan hanya akan membawa kesulitan dan musibah bagi negara tersebut. Pemerintahan Biden-Harris harus menerima kenyataan pahit akibat arogan dalam dominasi global mereka. Perang di Ukraina gagal mengurangi kekuatan Rusia, dan perang di Timur Tengah tidak memberikan keuntungan bagi Amerika.
Walau ada kekhawatiran terhadap kemenangan Trump, terutama terkait kebijakan kontroversial seperti "Muslim Ban," saya melihat kemenangannya membawa harapan positif. Trump tidak memiliki ambisi dominasi global, dan meskipun kepentingan segelintir pemodal mungkin akan mempengaruhi kebijakan luar negerinya, ada harapan besar agar Trump dapat meredam konflik dunia.
Selain itu, saya berharap Trump dapat mengembalikan "common sense" dalam kehidupan sosial publik Amerika, yang semakin terganggu oleh liberalisme yang membawa negara ini ke ambang kehancuran. Salah satu contohnya adalah penyamaan gender yang mengguncang nilai-nilai moralitas masyarakat.
Selamat kepada Presiden Donald Trump. Semoga Anda dapat mewujudkan dua harapan besar ini: menghentikan peperangan dunia, terutama membantu menghentikan genosida terhadap Palestina, dan mengembalikan nilai-nilai moralitas serta kemanusiaan dalam kehidupan sosial publik Amerika.
Manhattan, 6 November 2024
(Director/Imam Jamaica Muslim Center & Presiden Nusantara Foundation)